Rabu, 25 November 2009

Pernyataan Sikap memperingati International Student's Day


Ayo Rakyat Bersatu:

Lawan Kapitalisme dan Budaya Korupsi !

“Wujudkan Pendidikan Gratis, Bebas dari Korupsi dengan membangun Pemerintahan Bersih, Demokratis, Kerakyatan Di Bawah Kontrol Rakyat” !

Potret buram pendidikan di Indonesia disebabkan oleh sistem Kapitalisme Neoliberal yang masih terus bercokol. Di bawah rezim SBY-Boediono, demi kepentingan korporasi internasional, program-program neoliberalisme di jalankan, akibatnya, pendidikan bagi rakyat miskin menjadi korban. Menurut KomNas Perlindungan Anak di tahun 2007 saja sekitar 12 juta anak Indonesia putus sekolah, kedepannya jumlah tersebut akan terus meningkat seiring semakin diperdalamnya kebijakan neoliberalisme.

Berbagai bentuk kebijakan pemerintah dari UU SISDIKNAS, UU BHP hingga UU MIGAS, UU Kawasan Ekonomi Khusus, mengakibatkan mayoritas rakyat miskin semakin tidak mendapatkan tempatnya di mata kesejahteraan. Biaya pendidikan tak terjangkau, upah buruh jauh di bawah kelayakan hidup. Segala potensi sumberdaya alam yang sudah diolah maupun belum, diserahkan dengan sukarela untuk investor asing dan lokal, yang tersisa hanya ceceran ceceran keuntungan.

"Dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN, serta diatur lagi dalam UU Sisdiknas No. 20/2003 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan dana pendidikan 20% dari APBN. Namun sejauh ini, penyediaan dana tidak pernah mencapai 10%. Dana alokasi pendidikan 20% masih terlalu kecil dibandingkan dengan dana untuk membayar utang luar negeri yang berkisar 35% hingga 40% per tahun dari APBN. Kemudian, alokasi dana pendidikan yang langsung menyentuh publik juga semakin sedikit, karena harus melalui pemotongan-pemotongan administrasi dan praktek korupsi. Sementara, kekayaan alam yang seharusnya bisa menjadi andalan pembiayaan kita, banyak yang “dirampok” asing atas sepengetahuan pemerintah dan atas nama privatisasi. Pemerintah sudah secara nyata tidak memiliki niat dan tekad untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Pemerintah justru sibuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang terkena dampak krisis financial dengan berbagai kebijakannya seperti; bailout. Sudah miskin mayoritas rakyat, masih ditimpakan pula pederitaan dengan berbagai aturan-aturan hukum yang timpang, rakyat dijauhkan dari keadilan. Penggusuran tanah rakyat yang dilegalkan melalui Perpres No. 36 tahun 2005 adalah bukti nyata dari otoritarianisme pemerintahan SBY-Boediono. Tak luput juga para petani kita, subsidi pupuk pada tahun 2010 sebesar 11 trillyun, yang seharusnya untuk petani, justru dalam prakteknya malah diberikan pada Corporate Farming alias perusahaan pertanian yang beroperasi di Indonesia.

Selain itu, masih ada lagi persoalan lemahnya kesadaran rakyat akibat hegemoni yang disuntikkan kapitalisme melalu media-media mereka. Rakyat dijejali dengan kesadaran palsu, dogma agama dijadikan tameng otoritas kekuasaan tirani, ceramah-ceramah keagamaan diarahkan untuk tidak melakukan perlawanan dan protes terhadap pemerintah. Menjadikan rakyat lemah dalam membela hak-haknya, tak berani melawan, tersudut dalam doktrin “ikhlas dan pasrah” terhadap penindasan, CELAKA !

Permasalahan hegemoni kapitalisme tidak hanya merasuki kesadaran mayoritas rakyat miskin, tetapi juga masuk pada alam pikir seluruh elite politik busuk. Rendahnya tenaga produktif yang diakibatkan oleh sistem neoliberal, melalui pemerintahan SBY-Boediono, membuat para elite politik menjadi tak punya moral yang santun. Hasrat kepemilikan/penguasaan alat produksi secara individual oleh borjuasi, memunculkan terciptanya watak KORUP. Tatanan masyarakat berkelas yang diciptakan sistem kapitalisme mengakibatkan adanya persaingan-persaingan jahat antar penguasa modal negri ini. Selama masih ada kepemilikan alat produksi secara individual, maka korupsi akan terus ada, karena watak jahat kelas borjuasi adalah kompetisi, akumulasi, dan konsumerisme, hingga wujudnya yang paling keji yaitu: KEPEMILIKAN Persoalan korupsi, sudah ada dan telah diwariskan sejak tatanan masyarakat sebelum ini, yaitu feodalisme dan perbudakan, sebuah warisan purba yang tak kalah piciknya dengan sistem patriarki. Selama masih ada kelas-kelas dalam masyarakat, maka mental korup akan terus ada dan berkembang, karena basis produksi dan superstruktur kapitalisme menyediakan syarat materialnya, syarat material bagi korupsi, patriarki, dan segala bentuk kemiskinan dan penderitaan.

Lengkap sudah penderitaan, mayoritas rakyat semakin menjauh dari pangkuan kebahagiaan dan kesejahteraan. Beberapa hal di atas menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi, politik, hukum, mensyaratkan dibuatnya UU yang akan memuluskan jalannya eksploitasi-penindasan. Tak usah dipertanyakan lagi loyalitas rezim terhadap neoliberalisme. “Sukses” telah diraih pemerintahan SBY-Boediono dengan prestasinya yang telah menciptakan proletarisasi massal karena pengabdiannya kepada modal. “Sukses” telah menyakiti mayoritas rakyat dengan peindasan.

Dalam peringatan Hari Pelajar Internasional kali ini, yang dirayakan di berbagai negara secara serentak dengan aksi turun ke jalan, bersama-sama menuntut pendidikan gratis, ilmiah, modern dan demokratis, kami Liga Mahasiwa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (LMND PRM) menyerukan kepada gerakan rakyat untuk: segera membangun persatuan gerakan sebagai alat politik alternatif bagi pembebasan nasional, membuat wadah-wadah perlawanan, memasokkan propaganda sosialisme secara reguler dan massif, dalam rangka memajukan kesadaran sejati mayoritas rakyat untuk menghancurkan dominasi kesadaran palsu yang diwariskan sistem kapitalisme, dan mengganti pemerintahan SBY-Boediono dengan pemerintahan alternatif, pemerintahan buruh-tani, menegakkan SOSIALISME !

Maka dari itu, kami menuntut:

1. Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis, Bervisi Kerakyatan

2. Lawan Privatisasi Pendidikan; Tolak UU BHP

3. Demokratisasi Kampus/Sekolah

4. Transparansi Dana Kampus

5. Perbaikan Fasilitas dan Kurikulum Kampus yang bervisi Demokratis, Kerakyatan, Modern, Setara dan Ekologis.

Bagi kami, jalan keluar dari persoalan di atas, adalah:

1. Mengganti Pemerintahan Agen Imperialis (SBY-Boediono) Dengan Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin yang Bersih, Demokratis, Merdeka, Kerakyatan.

2. Menasionalisasi Industri Pertambangan dan Membangun Industri Nasional yang Kuat dan Tangguh di Bawah Kontrol Rakyat.

3. Menangkap, Mengadili dan Menyita Harta Koruptor

4. Menghapus Utang Luar Negeri.

5. Pemusatan Pembiayaan dalam Negeri

6. Kekuasaan Rakyat

7. Kebudayaan Maju

Jadi, jika revolusi pada masa-masa sebelum ini bukan suatu revolusi sosialis, maka sesungguhnya ia telah melapangkan jalan, menyiapkan dasar bagi sosialisme. Kapitalisme, dengan rezim borjuisnya, di mana-mana, di tiap negara, telah menciptakan proletariat yang besar jumlahnya, terkonsentrasi dan perkasa. Dengan demikian, maka munculnya tatanan masyarakat baru tak bisa terhindarkan lagi: Sosialisme. Begitulah tekad ingin kami teguhkan !

Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat,

Salam Juang !

Selamat Berkobar !

Kolektif Nasional Sementara Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (KolNas LMND PRM)

Medan Juang, 17 November 2009

Paulus Suryanta Ginting

Juri Bicara Nasional
Teruskan baca - Pernyataan Sikap memperingati International Student's Day

Pernyataan Sikap LMND PRM tentang Korupsi


Ayo Bersatu:

Lawan Kapitalisme dan Budaya Korupsi!

“Wujudkan Kesejahteraan Rakyat, Bebas dari Korupsi dengan membangun Pemerintahan Bersih, Demokratis, Kerakyatan Dibawah Kontrol Rakyat”!

“Sehingga jadi bangsa yang konsumtif, tidak produktif. Akibatnya melahirkan benua korupsi. Malah orang menjadi kuli. Untuk menjadi kuli itu, bayar mereka. Sampai Jerman mengatakan, Indonesia itu bangsa kuli di antara bangsa-bangsa dunia.” (Pramoedya Ananta toer)

Salam Pembebasan,

Beberapa kasus korupsi kembali mengguncang negeri ini, belum lagi ada penyelesaian yang jelas terhadap kasus-kasus korupsi sebelumnya; seperti kasus korupsi Soeharto dan kroni-kroninya; “pembobolan” Bank Bapindo oleh Edi Tansil yang melibatkan banyak pejabat dalam masa Orde Baru melalui “Surat Sakti”; korupsi Pertamina dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG); kasus BLBI, dan yang paling baru dan terheboh adalah kasus “Cicak vs Buaya” yang melibatkan anggodo dan anggoro dalam kasus Tanjung Siapi-Api; serta kasus Bank Century, sangat merugikan negara.

Di negeri ini, kasus korupsi ibarat “Gunung Es”, penanganannya masih belum dilakukan secara tegas; tanpa pandang bulu dan transparan. Mayoritas kasus-kasus korupsi di masa Orde Baru masih belum tersentuh, ditambah lagi dengan kasus-kasus korupsi paska kekuasaan Orde baru hingga saat ini.

Apa akar persoalan Korupsi?

Korupsi dalam pengertian Hukum adalah setiap orang yang melawan secara hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu, korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan orang lain atau negara.

Sesungguhnya, Korupsi merugikan Kapitalisme, karena korupsi menggerogoti keuntungan kapitalis dari penghisapannya terhadap kaum miskin, membuat para kapitalis membayar lebih (pungli; suap; pajak siluman, dll) dari yang seharusnya, dan merugikan akumulasi capital para kapitalis.

Tapi di negeri ini, Korupsi sudah begitu membudaya; menjadi “benua”—yang untuk menumpasnya tak bisa dijalankan dengan cara-cara yang halus; moderat; reformis, harus dengan jalan yang mendasar (Radikal) dan Revolusioner, tak bisa tidak. “Benua” Korupsi di negeri ini tak bisa dihapuskan dengan cara-cara moderat karena disebabkan oleh faktor rendahnya Tenaga Produktif (Force of Production). Rendah/lemahnya Tenaga Produktif (konteks hari ini: Industrialisasi Nasional) yang mengakibatkan masyarakat menjadi rendah produktifitasnya dan tinggi budaya konsumtifnya—dikondisikan oleh faktor hegemoni konsumerisme kapitalisme—akibatnya, segala cara (baik dari hasil kerja maupun korupsi) digunakan untuk memenuhi hasrat konsumtifisme di luar alasan-alasan kebutuhan dan fungsional, suatu Gap kebudayaan (Cultural Gap). Faktor rendah/lemahnya Tenaga Produtiflah yang mengakibatkan negeri ini tak lebih dari sasaran kapitalisme internasional untuk pasar barang yang berlebih di negeri-negeri asal mereka—agar memudahkan penjualan barang yang berlebih tersebut, maka butuh hegemoni konsumerisme, selain penghisapannya terhadap keringat ratusan juta buruh dan kekayaan alam yang melimpah negeri ini.

Faktor rendah/lemahnya Tenaga Produktif (Industrialisasi Nasional) merupakan faktor yang membuat Korupsi menjadi “Budaya”, menjadi “Benua”. Tapi, bukan berarti di negeri-negeri kapitalis yang (relatif) maju tenaga produktifnya diperbandingkan dengan negeri-negeri “miskin” seperti Indonesia, sama sekali tak ada Korupsi. Korupsi, di negara-negara Maju seperti Jepang, Amerika atau negeri-negeri di Eropa terjadi, tapi dengan jumlah pelaku yang lebih sedikit (tidak luas) walaupun uang yang dikorupsi tak kalah besarnya. Lalu apa akarnya?

Faktor yang mendasar dari keinginan korup (memperkaya diri sendiri) adalah ketimpangan (ada yang memiliki, sebagian kecil sedikit memiliki dan mayoritas tidak memiliki) akses terhadap alat-alat produksi. Tatanan masyarakat berKlas, yang menghasilkan adanya segelintir kelompok orang yang kaya di satu sisi dan mayoritas yang miskin di sisi lain menumbuhkan keinginan untuk memperkaya diri sendiri dari “mencuri” kekayaan orang yang bermilik/kaya yang tak bekerja dengan lelah/letih seperti rakyat miskin atau memperkaya diri sendiri agar mendapat modal dengan jalan korupsi dari uang negara atau perusahaan, agar dapat bersaing (secara ekonomi, politik maupun sosial) dengan golongan/kelompok pemilik alat-alat produksi yang kaya itu.

Apa jalan keluarnya?

Syarat material menghancurkan “Gunung Es” persoalan Korupsi di negeri ini satu-satunya adalah membebaskan bangsa ini dari cengkraman dominasi Imperialisme yang menghambat kemajuan tenaga produktif (Pembebasan Nasional). Pembebasan Nasional dapat terwujud apabila ada penggantian kekuasaan Pemerintahan Agen Imperialis (SBY-Boediono) oleh Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin untuk membangun Industrialisasi Nasional yang kuat. Melalui Pembebasan Nasional, membangun dan memajukan Industrialisasi Nasional yang modern, merdeka, kerakyatan, demokratis dan Ekologis di bawah korntrol rakyat dapat dijalankan, sehingga basis penghapusan “Benua” Korupsi yang dilakukan melalui memajukan Tenaga Produktif, meningkatkan produktifitas, memajukan kesadaran; budaya (cth: anti korupsi); pengetahuan, Demokrasi Langsung dan penghapusan ketimpangan akses terhadap alat-alat produksi dan hasil produksi dapat dicapai.

Dalam Momentum Hari Mahasiswa Internasional (International Student Day) ini, kami, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (LMND PRM), menyerukan kepada seluruh Gerakan Rakyat, untuk:

1. Membangun persatuan Rakyat dan Kaum Gerakan sebagai alat
politik alternatif perjuangan pembebasan nasional.

2. Melancarkan propaganda-propaganda yang reguler dan massif untuk mengalahkan dominasi politik-ideologi rezim SBY-Boediono dan elit-elit politik penipu rakyat lainnya.

3. Membangun organisasi dan posko-posko perjuangan sebagai wadah untuk mengembangkan pengetahuan organisasi, politik, ideologi guna mempertajam konsep dan arah perjuangan gerakan.

Terhadap kasus-kasus Korupsi yang terjadi, kami menuntut:

1. Tegakkan hukum secara adil dan transparan untuk kasus Bibit dan Chandra;

2. Adili para koruptor di tubuh TNI, POLRI, KPK, BPK, DPR, Kejaksaan, dan diseluruh lembaga Pemerintahan (Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif);

3. Tuntaskan secara Adil, Partisipatif dan Transparan seluruh kasus-kasus Korupsi (Soeharo, BLBI, Edi Tansil, Bank Century, dll);

4. Bangun Lembaga Pengawas Korupsi yang Bersih dan Demokratis dari Nasional hingga ke kecamatan dan kelurahan;

5. UU Anti Korupsi yang Adil, Merdeka, Transparan dan Partisipatif bagi rakyat;

6. Wujudkan Partisipasi dan kontrol rakyat untuk menangkap, mengadili dan mensita harta koruptor.

Bagi kami Jalan keluar dari persoalan rakyat hari ini, adalah:

1. Membebaskan Bangsa Indonesia dari Cengkraman Dominasi Imperialis dengan Mengganti Pemerintahan Agen Imperialis ( Rezim SBY-Boediono) dengan Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin.

2. Membangun Industri Nasional Yang Kuat dan tangguh di Bawah Kontrol Rakyat

3. MeNasionalisasi Aset-Aset Vital dan Industri Pertambangan Asing

4. Menangkap, mengadili dan MenSita Harta para Koruptor

5. MengHapuskan Utang luar negeri

Jalan keluar tersebut untuk menjalankan program-program mendesak bagi rakyat, antara lain:

1. Memberikan Pendidikan dan Kesehatan bagi rakyat

2. Menurunkan Harga Sembako

3. Menaikan Pendapatan dan Lapangan Pekerjaan

4. Menyediakan Perumahan, Air Bersih, Energi, serta Transportasi Murah dan Massal

5. Memperbaiki Kerusakan Lingkungan

6. Membuat UU Politik dan Pemilu yang Demokratis

7. Membuat Penulisan Sejarah yang Jujur; Mengembalikan Ingatan Sejarah Rakyat

8. Melakukan pengadilan bagi para penjahatHAM dan Pembubaran Komando Teritorial

9. Memenuhi Kuota 50% bagi Perempuan di Semua Jabatan Publik

Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat, terima kasih.

Kolektif Nasional Sementara

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin

(KolNas LMND PRM)

Medan Juang, 17 November 2009

Paulus Suryanta Ginting

Juri Bicara Nasional
Teruskan baca - Pernyataan Sikap LMND PRM tentang Korupsi

Memanas, Raker Komisi B- DPPKA Dihentikan

DEWAN- Rapat kerja antara Komisi B DPRD Kabupaten Sidoarjo dengan Dinas Pendapatan, Pengelolaan keuangan dan Aset (DPPKA) selasa (24/11) terpksa dihentikan. Hal ini ini terjadi karena permintaan data potensi oleh komisi B tidak diberikan DPPKA.

Padahal, sebelum rapat digelar, surat resmi dari komisi B terkait potensi wajib pajak penerangan jalan (PPJ) dan potensi pendapatan melalui hotel, restaurant, losmen, sudah dilayangkan.

“Hal ini sangat menghambat pembahasan RAPBD di komisi B terkait kelayakan usulan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diprediksikan oleh pemerintah kab Sidoarjo,” terang Sekretaris Komisi B Aditya Nindyatman.

Masih menurut Aditya, jika dirujuk dari kenyataan ini, nampaknya belum ada keseriusan dari dinas terkait dalam memetakan potensi PAD Kab Sidoarjo.

Padahal menurut ketua DPD PKS Sidoarjo ini, banyak pos anggaran yang semestinya bisa dinikmati masyarakat ternyata harus dihilangkan karena mesti membiayai PILKADA 2010.

Sementara itu Kepala DPPKA Sidoarjo Drs. Ec Didiek Setyono, MSI mengaskan, data penggunaan kapasitas listrik wajib pajak tidak boleh disampaikan kepada umum karena dilarang oleh UU tentang pajak.

“Ini aturan yang diamanatkan UU Tentang Pajak,” tegasnya

Namun Komisi B berpendapat bahwa data kapasitas penggunaan listrik bukan merupakan informasi yang tidak boleh diberikan.

“Seluruh anggota komisi B meminta DPPKA mengkaji alasan hukum apakah benar bahwa anggota DPRD tidak boleh mendapatkan data tersebut, dan pihak DPRD akan mempertanyakan hal ini kepada Pemerintah kabupaten,” Tegas Aditya
Teruskan baca - Memanas, Raker Komisi B- DPPKA Dihentikan

UU susduk

Pengesahan RUU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi UU tersebut memiliki makna penting bagi lansekap kelembagaan politik kita kedepan. Mengingat atas dasar UU baru ini, baik buruknya kinerja para wakil rakyat di lembaga-lembaga perwakilan itu salah satunya ditentukan.

UU ini setidaknya menjadi mercusuar politik yang akan memandu nahkoda dan anak buah bahtera lembaga perwakilan agar berhati-hati tidak menabrak karang hal-hal yang dilarang. Di samping, agar bahtera lembaga perwakilan tersebut senantiasa berlayar mematuhi rambu yang telah ditetapkan. Dengan demikian harapannya nahkoda dan awak bahtera lembaga perwakilan itu senantiasa komit mengarahkan kapalnya ke pelabuhan harapan. Tempat bahtera tersebut melabuhkan berjuta aspirasi dan impian rakyat, demi Indonesia yang dicita-citakan bersama! Ada beberapa hal baru yang akan saya ketengahkan sehubungan dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut. Pertama, Penghapusan Kata Susunan dan Kedudukan.

Penggunaan kata susunan tidak relevan karena isi dari undang-undang ini tidak hanya memuat “susunan” MPR, DPR, DPD dan DPRD tetapi juga memuat soal hak, kewajiban dan sebagainya. Sedangkan penggunaan kata “kedudukan” tidak lagi relevan oleh karena setelah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945; alasan pertama, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara maka penyebutan kedudukan tidak relevan lagi. Alasan kedua, kita tidak mengenal adanya lembaga negara yang kedudukannya didasarkan pada “tinggi atau rendah lembaga negara” melainkan dibedakan berdasarkan “fungsi dan wewenang masing-masing lembaga negara”. Selain alasan-alasan itu Tap MPR Nomor : 1/MPR/2003 yang mengatur tentang hubungan antara lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara sudah dicabut. Kedua, Komposisi Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-undang ini mengapresiasi berbagai aspirasi dan pandangan mengenai cara pemilihan Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang didasarkan pada urutan perolehan kursi terbanyak dalam pemilihan umum. Dengan cara tersebut, maka diharapkan akan menimbulkan kestabilan politik dan meminimalkan goncangan-goncangan politik yang tidak perlu di parlemen. Untuk pemilihan Ketua MPR yang berasal dari anggota DPR, UU ini memberi ruang seluas-seluasnya kepada anggota DPR untuk menentukan pilihannya berdasarkan usulan partai-partai yang berhasil menempatkan wakil-wakilnya di DPR. Adapun komposisi Pimpinan DPRD Provinsi menggunakan 3 kluster: Pertama, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 85 s/d 100 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan empat orang Wakil Ketua; Kedua, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 45 s.d 84 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua; dan Ketiga, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 35 s/d 44 orang, pimpinan terdiri dari satu Ketua dan dua orang Wakil Ketua. Sementara itu, komposisi Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan 2 kluster: Pertama, untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 31 s/d 50 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua; dan Kedua, untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 20 s/d 30 orang, pimpinan terdiri dari satu orang ketua dan dua wakil ketua.

Isu-isu baru lainnya, seperti Cara Pemilihan Ketua MPR, DPR dan DPRD; Pembentukan Fraksi; Pergantian Antar Waktu (PAW); Posisi Sekretariat MPR, DPR, DPD dan DPRD; Otonomi Anggaran Lembaga Perwakilan; Pelaksanaan Hak Anggota (interpelasi, angket dan menyatakan pendapat);

Sekarang saya lanjutkan hal-hal baru lainnya dari UU tersebut. Pertama, mengenai Pergantian Antar Waktu (PAW). Didalam UU ini mekanisme pergantian antar waktu telah diatur secara jelas agar tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Terutama mengenai lembaga apa yang berhak memeriksa dan memutuskan siapa-siapa yang berhalangan atau melanggar tugas kedewanan.

Selain itu dalam aturan mengenai pergantian antar waktu ditegaskan bahwa seseorang bisa dikeluarkan dari partai politik tertentu setelah melalui proses hukum di pengadilan sampai mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, prinsip dan asas supremasi hukum terpenuhi karena prosedurnya dilalui dengan cara due process of law.
Kedua, Fungsi DPD. UU ini telah mengakomodasi dan mendukung peningkatan peran dan fungsi DPD. Atas dasar itu UU ini mengamanatkan bahwa peran dan fungsi DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tertentu sebagaimana diamanatkan konstitusi, yakni ikut membahas pada pembahasan tingkat pertama. Dengan demikian sebelum diambil persetujuan oleh DPR dan Pemerintah, ada peran DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tertentu.

Ketiga, Keberadaan DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, DPRD adalah Lembaga Legislatif Daerah sekaligus penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena itu dalam UU ini dipertegas mengenai kesetaraan dan kemitraan antara DPRD dengan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18.

Keempat, Terkait Fungsi Anggaran DPR. Untuk masalah ini disepakati bahwa Pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal pada tanggal 20 Mei tahun sebelumnya atau sehari sebelumnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur kepada DPR. Adapun Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN, disertai Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Penyampaian terkait fungsi anggaran ini juga menjadikan sebuah tonggak baru, karena masalah keuangan negara pembicaraannya dilakukan secara terpisah dari Pidato Kenegaraan Presiden pada setiap tanggal 16 Agustus yang benar-benar diarahkan untuk bermakna sebagai speech to the nation di depan rapat gabungan DPR dan DPD.
Kelima, Pembentukan 2 (dua) Badan Baru di DPR-RI. UU ini mengamanatkan dibentuknya dengan segera dua badan baru yaitu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan Badan Anggaran.

BAKN akan bertugas melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR. Badan ini merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Diharapkan pula badan baru ini dapat juga menindaklanjuti hasil pembahasan tentang temuan hasil pemeriksaan BPK. Selain itu, BAKN bisa memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

Sementara Badan Anggaran, merupakan badan baru sebagai pengganti atau nama lain dari Panitia Anggaran yang kita kenal saat ini pada Periode DPR 2004-2009.
Keenam, Syarat Pembentukan Fraksi di DPR-RI. Dalam UU ini syarat pembentukan fraksi didasarkan pada partai politik yang memenuhi parliamentary treshold (PT) 2,5 persen, dapat membentuk fraksi. Dengan demikian dipastikan pada Periode DPR 2009-2014 terdapat 9 (sembilan) fraksi atau 9 parpol yang lolos PT.
(Sumber : Majalah Parlementaria Edisi 24 Tahun 2009)
Teruskan baca - UU susduk

Sabtu, 19 September 2009

Berikan Lebih Banyak Lagi Senyuman Bagi Masyarakat Miskin



Serpong – Tak seperti biasanya, siang itu suasana kantor Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Ibu Mandiri tampak sepi. Gerbang dan pintu kantor sudah mulai tertutup rapat. Tak ada aktifitas dan kesibukan yang begitu mencolok. Padahal aktifitas saban harinya begitu ramai bahkan berlansung hingga jelang magrib tiba.Ada apa rupanya?

Salah seorang staf KJKS yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa, hari itu, Selasa (7/09) akan diadakan buka puasa bersama yang akan diikuti seluruh staf dan keluarga besar Zulkieflimansyah. Untuk itulah, segala aktifitas dan transaksi keuangan di KJKS sengaja ditutup agak lebih awal. Buka bersama itu berlangsung di Rumah Makan Pondok rizki daerah Kademangan, Serpong.

Sore itu, suasana Rumah Makan Pondok Rizki begitu ramai. Hiruk pikuk pengunjung begitu terasa. Di sudut-sudut Rumah makan tampak sejumlah pria dewasa yang asyik mancing dan sejumlah anak kecil yang asyik bermain. Cuaca cerah dengan semilir angin yang sejuk semakin menambah akrab suasana tempat itu.

Di salah satu pojok areal Pondok Makan Rizki, tampak serombongan staf KJKS Ibu Mandiri yang sibuk mempersiapkan acara. Acara berlangsung cukup sederhana, santai tapi serius. Para staf dan keluarga besar Zulkiefliamsnyah begitu antusias mengikuti rentetan acara dari awal sampai akhir. Silih berganti sambutan dan taujih nyaris tak ada yang terlewati, diikuti secara seksama para hadirin.

Bang zul selaku pendiri KJKS dalam tausiahnya menegaskan pentingnya peran KJKS Ibu Mandiri untuk masa yang akan datang. Dalam suasa bangsa yang pemulihan ekonominya masih tertatih-tatih, KJKS diharapkan mampu memberikan secercah harapan bagi masyarakat yang lebih luas, utamanya kalangan menengah ke bawah untuk mendapatkan akses terhadap modal.

“Ke depan peran KJKS Ibu Mandiri harus lebih progresif guna memberikan senyuman yang lebih banyak lagi kepada masyarakat kecil. Ciptakan semakin banyak senyuman di wajah-wajah mereka,” katanya Doktor lulusan Inggris ini penuh semangat.

Menurut Bang Zul salah satu uapaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan peran KJKS adalah dengan cara menambah etos kerja yang tanpa menyerah. Bahkan, segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan harus betul-betul dinikmati tanpa ada unsur paksaan apapun.

“Jika pekerjaan sudah menjadi bagian terpenting dalam hidup kita, maka kerja di hari libur pun akan begitu nikmat. Untuk itulah, sangat penting untuk mencintai semua pekerjaan kita,” tukasnya.

Pria murah senyum ini juga menginginkan, dalam usianya yang sudah cukup matang, kehadiran KJKS di tengah masyarakat semakin dirasakan. Oleh sebab itu, untuk masa yang akan datang, KJKS bukan saja hanya tersebar di seluruh kawasan Tangerang, melainkan juga harus tersebar luas di wilayah Banteng lainnya yang mencakup Lebak, Pandeglang, Serang dan Cilegon.

Untuk Serang dan Cilegon, sejak awal 2009 sudah dibuka kantor kas atau semacam agen KJKS Ibu Mandiri untuk memberikan bantuan permodalan kepada masyarakat. Meski hanya terbilang beberapa bulan, namun kehadiran perwakilan KJKS itu sangatlah nyata.

Rohmat selaku perwakilan KJKS di Serang mengaku, sejak kehadiran KJKS Ibu Mandiri di Serang, manfaat buat masyarakat mulai dirasakan. “Sejak hari pertama KJKS ada di Serang, banyak ibu-ibu yang antusias meminjam modal pada kita,” tutur ketua DPC Binuang itu.

Senada Bang Zul, Direktur Eksekutif KJKS Ibu Mandiri Niken Saptarini menegaskan hal yang sama. Team work dan soliditas tim merupakan sesuatu yang niscaya guna membangun KJKS Ibu Mandiri yang lebih besar. Tanpa adanya tim yang solid, mustahil kerja maksimal bakal tercapai.

Master lulusan Universitas Indonesia itu juga menegaskan pentingnya ukhuwah Islamiyah antar sesama persoanalia di KJKS dengan menjadikan ramadhan sebagai momentumya. “Buka bersama ini semoga menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan kita yang dapat memupuk motivasi semangat kerja ke depan,” tutur wanita berperawakan kalem ini menambahkan.

Jika dilihat sekilas, memang tak ada yang spesial dalam buka bersama itu. Namun jika diperhatikan secara seksama, buka bersama ini menjadi momentum sangat spesial karena ada komitmen bersama untuk membangun peran KJKS Ibu Mandiri yang lebih luas dengan target utama pemberdayaan masyarakat lemah untuk diberdayakan. Semoga!
Teruskan baca - Berikan Lebih Banyak Lagi Senyuman Bagi Masyarakat Miskin

Ketimpangan Demokrasi Kita



Pesta demokrasi tahap pertama, pemilu legislatif, telah usai. Komisi penyelenggara dan badan pengawas pemilu disibukkan dengan beberapa tugas dan persoalan yang belum terselesaikan. Bak gayung bersambut, politik nasional pun beranjak pada wacana seputar koalisi menghadapi pemilu presiden, 8 Juli 2009. Namun, ada hal yang luput dari perhatian, yakni evaluasi nonteknis berkenaan dengan kualitas yang mengetengahkan demokrasi sebagai sistem beserta nilai-nilai substansial yang terkandung dan dituju dari sistem tersebut.

Secara prosedural, mekanisme demokrasi lewat pemilu telah kesekian kali diselenggarakan. Namun secara substansial masih menjadi pergulatan yang sampai sekarang terus diupayakan. Irama apologetik yang sering diutarakan adalah bahwa untuk mencapai tujuan tidaklah mudah, butuh pengorbanan dengan proses yang cukup panjang. Tentunya, ini bukanlah alasan mendasar karena pencapaian suatu tujuan tergantung pada upaya yang dilakukan.

Selama ini, perhatian terhadap demokrasi banyak diarahkan pada wilayah permukaan seperti mekanisme pemilu demi lahirnya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sementara struktur dalam (deep structure) demokrasi menyangkut nilai-nilai di mana masyarakat mampu berpartisipasi secara sadar dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan jarang mendapat perhatian. Akibatnya, pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat beralih ke pemerintahan oleh dan untuk penguasa saja.

Terdapat hubungan asimitris antara sistem dengan kultur masyarakat sehingga penerapan demokrasi terkesan dipaksakan. Apalagi perilaku elit politik memberikan citra negatif seolah demokrasi sebatas kebebasan mencapai kekuasaan dengan mengesampingkan nilai-nilai etika dan estetika. Sehingga asumsi yang timbul saat pesta demokrasi adalah pesta sungguhan layaknya pesta penuh hidangan euphoria lainnya. Maka amat wajar bila masyarakat antusias menyambut pemilu karena semua elit politik berlomba-lomba berbuat “baik” dengan berbagi sembako, duit, sumbangan dan sebagainya.

Perjuangan Kultural
Ketimpangan antara sistem dan kultur masyarakat sangat potensial bagi terjadinya destruksi yang merusak tatanan negara demokratis. Kondisi demikian bisa dimanfaatkan oleh beberapa elit tertentu melalui kekuatan modal (money politic) atau dengan cara melekatkan stigma politiknya pada komunalisme, seperti agama dan ikatan primordial lainnya. Meski untuk yang terakhir tidak terlalu kentara, masyarakat jelas akan menjadi korban permainan elit politik yang jauh dari cita-cita ideal demokrasi.

Oleh karena itu, sebagaimana diungkapkan Francis Fukuyama, harus ada hubungan simbiosis mutual antara sistem dengan budaya masyarakat sebagai nilai kultural demokrasi. Selama masyarakat hidup dalam budaya arsitokrasi atau feodalisme, hampir dipastikan demokrasi akan berjalan tidak efektif, tanpa terkendali. Sebab, demokrasi meniscayakan partisipasi penuh sehingga kualitasnya bergantung pada kualitas modal sosial yang ada di dalamnya. Demikian pula kualitas seorang pemimpin yang bergantung pada kualitas pemilih, bukan pada suara mayoritas.

Karena suatu sistem erat kaitannya dengan budaya masyarakat, maka satu-satunya jalan menyelamatkan kualitas demokrasi adalah melalui perjuangan kultural. Yaitu, perjuangan yang termanifestasi dalam gerakan moral yang mengarahkan masyarakat ke arah nilai sesuai dengan substansi dan tujuan demokrasi. Tentu semuanya harus beroperasi dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan sebagaimana termuat dalam Pancasila.

Perjuangan kultural berbeda dengan perjuangan politik yang bersifat struktural. Jika perjuangan politik-struktural selalu dikaitkan dengan konsep, ide bahkan jabatan, akuisisi kekuasaan (acquisition of power), dan bagi-bagi kue kekuasaan (sharing of power), perjuangan kultural lebih kepada perberdayaan politik (political empowerment) yang menempatkan posisinya sebagai kekuatan kontrol atas proses demokratisasi yang datang dari kelompok civil society dan berperan dalam mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat.

Hal itu bisa dilakukan oleh LSM, organsiasi masyarakat, media dan lain sebagainya. Hanya saja, yang hingga kini masih jadi persoalan adalah efektifitas dari kekuatan demokrasi tersebut ketika dihadapkan pada persoalan capital sebagai tulang punggung organisasi. Bila tidak segera dibenahi, persoalan capital dapat melibas independensi atau menggembos eksistensi organisasi sehingga ikhtiar untuk membuat rakyat mampu berpartisipasi serta melaksanakan hak dan kewajiban konstitusional terhambat sama sekali.

Check and Balance
Penguatan peran dan fungsi kultural oleh kalangan sipil diharapkan dapat mengimbangi realitas puncak politik kekuasaan. Dengan demikian mekanisme pengawasan dan pengimbangan bisa terus dilakukan sesuai harapan. Tanpa itu, laju kekuasaan akan selalu mengambil jarak dengan kehendak bersama dan dinamika demokrasi pun akan diwarnai oleh –meminjam istilah Alexis de Tocqueville- “tirani mayoritas”. Sebuah kecenderungan dalam sistem demokrasi untuk melegitimasi kekuasaan dengan memanfaatkan anggapan bahwa “suara rakyat, suara Tuhan”.

Padahal, istilah mayoritas perlu ditelusuri lebih jauh dengan cara mengaitkannya dengan kualitas, baik kualitas pemilih maupun langkah kebijakan yang diambil oleh penguasa. Apalagi dalam sistem demokrasi berlaku adagium “saya memang tidak setuju dengan pendapat Anda, tetapi hak Anda mengajukan pendapat saya bela sepenuhnya”. Artinya, setiap sesuatu yang disandarkan pada ukuran mayoritas tidak sepenuhnya baik untuk kepentingan bersama maupun bagi kualitas demokrasi itu sendiri.

Pada tahap itulah diperlukan peran nyata dari perjuangan kultural dengan mengarahkan masyarakat agar tidak terjebak dalam kesadaran palsu (false of consciousness), terbuai janji manis kaum elit, rayuan dengan iming-iming duit, dan sebagainya. Pengarahan ini dilakukan tidak lain adalah untuk menggapai hukum perubahan yang teratur (orderly change), direncanakan sesuai tujuan bersama. Perubahan yang mengambil bentuk pergerakan buttom up sehingga benar-benar merepresentasikan suara Tuhan.

Akhirnya, Pemilu legislatif 2009 memberikan pelajaran nyata bagi setiap insan demokrasi untuk kembali memperkuat peranan kultural di tengah puncak pragmatisme politik. Sebuah peran sebagai “polisi demokrasi” yang merupakan conditio sin quo noon dari dinamika politik yang timpang.
Teruskan baca - Ketimpangan Demokrasi Kita

TIDAK ADA YANG KALAH


Adagium seperti ; siapa memperoleh apa kapan dan bagaimana, tidak ada teman sejati yang ada hanyalah kepentingan abadi dalam dunia politik telah menjelma menjadi prinsip hidup dalam percaturan politik. Istilah tersebut tidaklah salah. Namun mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan umum adalah kesalahn besar. Kesalahan besar tersebut bukan saja menzalimi hak masyarakat saat itu, namun hal tersebut akan terseubjektifikasi menjadi hal wajar bagi generasi berikutnya khususnya, yang terjun dalam dunia politik dan merupakan pendidikan politik “buruk” bagi masyarakat.

Bukankah salah satu fungsi partai politik sebagai kendaraan para politisi itu adalah pendidikan politik pada masyarakat? Lantas apa yang lebih indah dan lebih bermanfaat selain bicara dan berpihak secara kongrit pada masyarakat? Uangkah? Atau…….? Anda yang lebih paham tentang diri anda
Tulisan ini bukan bermaksud mengulas dua istilah diatas, namun konflik pertarungan politik antara dua kandidat dalam pesta demokrasi, menimbulkan pertanyaan besar apa yang dicari?

''Katakanlah, 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang-orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (Ali 'Imran: 26). Apa yang dikehendaki Allah SWT jadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan jadi. Manusia bisa merencanakan tetapi Allah jua yang menentukan.

Silih bergantinya siang dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai manusia. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin: 82).

Memang, kita bisa memahami bahwa Kekalahan adalah sesuatu yang paling tidak disukai banyak orang dan sulit untuk bisa diterima. Namun bukankah sebelum bertanding kita telah siap segalanya? siap menerima kekalahan dan siap membantu yang menang dalam kontek perjuangan untuk rakyat. Kalaupun tidak terlibat secara struktur bukankah juga bisa dengan cultural “ mencintai tidak selamanya memuji; mengkritik adalah bagian dari mencintai”. Dan memosisikan diri sebagai pengkritik adalah satu diantara cara bijak. Namun ingat..! mengritik yang tidak disertai dengan solusi adalah menghujat.

karena itu, memahami kekalahan dengan jiwa besar, berpikir positif dan bijak dalam menghadapinya. Sesungguhnya anda telah memenangkan peperangan. Memenangkan peperangan dalam seratus pertempuran belum menunjukan kemenangan sesungguhnya. kemenangan sesungguhnya adalah sejauh mana anda merubahnya menjadi energi positif, memanusikan manusia, serta turut terlibat dalam substansi manifestasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dengan hal semacam itu anda akan selamanya dikenang sebagai pemimpin yang baik dan bijaksana.

Itulah hakikat berfastabiqulkhairat; (berlomba-lomba dalam kebajikan) karenya jika kita hanya silau pada kesenangan dan kenikmatan dunia, yang kita jumpai hal yang tidak pasti, semu, utopis, bahkan menyakitkan akan terus menghantui.

Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan lupa diri kepada yang memberi nikmat. Akan selamanya tidak akan di Ridhoi Allah SWT, berbungkus dengan atas nama agama terhadap kebusukannya, kemunafikannya, kecongkakannya. Namun menerima kemenangan sebagai Amanah, memimpin dengan penuh cinta dan ketulusan hati adalah sebuah kemenangan sempurna. Tidak ada yang kalah bukan? Kalian semua pemenangnya.
Sumber;Politik.com Oleh; Rahmat Abd Fatah
Teruskan baca - TIDAK ADA YANG KALAH

PEMIMPIN DAN RAKYATNYA


Wahai manusia, sesungguhnya aku telah diangkat untuk menjadi pemimpin kalian, sementara aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Karena itu jika aku berbuat baik, maka dukunglah. Dan jika aku berbuat buruk, maka cegahlah. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan rasul-Nya. Jika aku bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya, maka kalian tidak perlu menaatiku." (Abu Bakar ash-Shiddiq RA).
Sungguh, bentuk pendidikan politik yang sangat baik. Inilah wujud pemimpin yang sadar akan posisinya sebagai wakil rakyat, tidak congkak, dan tidak pulah bergembira akan kemenangannya, ia bersyukur, meminta perlindungan, menyadari posisinya sebagai amanah yang ahirnya dipertanggungjawabkan. Pemimpin yang siap untuk tidak ditaati jika melakukan kesalahan. (kemungkaran). Membuka ruang komunikasi dengan rakyatnya, menerima masukan selanjutnya dengan ikhlas dan sungguh- sungguh melaksanakannya.

Pemimpin seperti inilah yang dianjurkan Allah SWT. Untuk ditaati.
Namun ketaatan tersebut hanya berlaku dalam konteks ketaatan kepada Allah SWT, bukan dalam konteks kemaksiatan kepada-Nya. Rasulullah SAW menjelaskan : "Tak ada ketaatan kepada orang yang tidak menaati Allah 'azza wa jalla." (HR Ahmad). "Tak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah." (HR Muslim). Hai orang-orang yang beriman, taatilah oleh kalian Allah, rasul, dan ulil amri (penguasa) di antara kalian...(An-Nisa: 59

Inilah wujud, partisipasi politik yang baik, yang satu menyadari posisinya sebagai pemimpin dan yang lain sebagai yang dipimpin. Inilah bentuk kesadaran politik tertinggi (khalifah, Umar bin Khaththab RA) "Wahai manusia, siapa saja di antara kalian yang melihatku menyimpang, maka luruskanlah aku."

Demikianlah betapa pentingnya sosok pemimpin yang memahami hubungan antara dirinya dengan rakyatnya. Seorang pemimpin adalah yang disukai rakyatnya dan bahkan mendoakannya, begitu pula sebaliknya ketika pemimpin itu menyukai mereka dan juga mendoakan rakyatnya. Dari Auf bin Malik al-Asyja'i, Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka." (HR Muslim).

Bagaimana dengan segelintir wakil rakyat kita kini? yang jelas-jelas melakukan kesalahan? Dipastikan muncul kelompok pembela dan penantang. Itulah wajah “sedikit” politisi bangsa ini. InsyaAllah banyak yang masih amanah. Mari dari setiap diri kita terus memperbaiki diri, menginstropeksi dan mengajak bersama orang-orang sholeh yang komit untuk membangun negeri ini. Setiap diri kita adalah solusi terhadap persoaolan bangsa, dan pastikan bukan beban bagi bangsa ini.

Sumber;Rahmat Abd Fatah(berpolitik.com)
Teruskan baca - PEMIMPIN DAN RAKYATNYA