Rabu, 25 November 2009

UU susduk

Pengesahan RUU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi UU tersebut memiliki makna penting bagi lansekap kelembagaan politik kita kedepan. Mengingat atas dasar UU baru ini, baik buruknya kinerja para wakil rakyat di lembaga-lembaga perwakilan itu salah satunya ditentukan.

UU ini setidaknya menjadi mercusuar politik yang akan memandu nahkoda dan anak buah bahtera lembaga perwakilan agar berhati-hati tidak menabrak karang hal-hal yang dilarang. Di samping, agar bahtera lembaga perwakilan tersebut senantiasa berlayar mematuhi rambu yang telah ditetapkan. Dengan demikian harapannya nahkoda dan awak bahtera lembaga perwakilan itu senantiasa komit mengarahkan kapalnya ke pelabuhan harapan. Tempat bahtera tersebut melabuhkan berjuta aspirasi dan impian rakyat, demi Indonesia yang dicita-citakan bersama! Ada beberapa hal baru yang akan saya ketengahkan sehubungan dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut. Pertama, Penghapusan Kata Susunan dan Kedudukan.

Penggunaan kata susunan tidak relevan karena isi dari undang-undang ini tidak hanya memuat “susunan” MPR, DPR, DPD dan DPRD tetapi juga memuat soal hak, kewajiban dan sebagainya. Sedangkan penggunaan kata “kedudukan” tidak lagi relevan oleh karena setelah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945; alasan pertama, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara maka penyebutan kedudukan tidak relevan lagi. Alasan kedua, kita tidak mengenal adanya lembaga negara yang kedudukannya didasarkan pada “tinggi atau rendah lembaga negara” melainkan dibedakan berdasarkan “fungsi dan wewenang masing-masing lembaga negara”. Selain alasan-alasan itu Tap MPR Nomor : 1/MPR/2003 yang mengatur tentang hubungan antara lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara sudah dicabut. Kedua, Komposisi Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-undang ini mengapresiasi berbagai aspirasi dan pandangan mengenai cara pemilihan Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang didasarkan pada urutan perolehan kursi terbanyak dalam pemilihan umum. Dengan cara tersebut, maka diharapkan akan menimbulkan kestabilan politik dan meminimalkan goncangan-goncangan politik yang tidak perlu di parlemen. Untuk pemilihan Ketua MPR yang berasal dari anggota DPR, UU ini memberi ruang seluas-seluasnya kepada anggota DPR untuk menentukan pilihannya berdasarkan usulan partai-partai yang berhasil menempatkan wakil-wakilnya di DPR. Adapun komposisi Pimpinan DPRD Provinsi menggunakan 3 kluster: Pertama, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 85 s/d 100 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan empat orang Wakil Ketua; Kedua, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 45 s.d 84 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua; dan Ketiga, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 35 s/d 44 orang, pimpinan terdiri dari satu Ketua dan dua orang Wakil Ketua. Sementara itu, komposisi Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan 2 kluster: Pertama, untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 31 s/d 50 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua; dan Kedua, untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 20 s/d 30 orang, pimpinan terdiri dari satu orang ketua dan dua wakil ketua.

Isu-isu baru lainnya, seperti Cara Pemilihan Ketua MPR, DPR dan DPRD; Pembentukan Fraksi; Pergantian Antar Waktu (PAW); Posisi Sekretariat MPR, DPR, DPD dan DPRD; Otonomi Anggaran Lembaga Perwakilan; Pelaksanaan Hak Anggota (interpelasi, angket dan menyatakan pendapat);

Sekarang saya lanjutkan hal-hal baru lainnya dari UU tersebut. Pertama, mengenai Pergantian Antar Waktu (PAW). Didalam UU ini mekanisme pergantian antar waktu telah diatur secara jelas agar tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Terutama mengenai lembaga apa yang berhak memeriksa dan memutuskan siapa-siapa yang berhalangan atau melanggar tugas kedewanan.

Selain itu dalam aturan mengenai pergantian antar waktu ditegaskan bahwa seseorang bisa dikeluarkan dari partai politik tertentu setelah melalui proses hukum di pengadilan sampai mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, prinsip dan asas supremasi hukum terpenuhi karena prosedurnya dilalui dengan cara due process of law.
Kedua, Fungsi DPD. UU ini telah mengakomodasi dan mendukung peningkatan peran dan fungsi DPD. Atas dasar itu UU ini mengamanatkan bahwa peran dan fungsi DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tertentu sebagaimana diamanatkan konstitusi, yakni ikut membahas pada pembahasan tingkat pertama. Dengan demikian sebelum diambil persetujuan oleh DPR dan Pemerintah, ada peran DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tertentu.

Ketiga, Keberadaan DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, DPRD adalah Lembaga Legislatif Daerah sekaligus penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena itu dalam UU ini dipertegas mengenai kesetaraan dan kemitraan antara DPRD dengan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18.

Keempat, Terkait Fungsi Anggaran DPR. Untuk masalah ini disepakati bahwa Pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal pada tanggal 20 Mei tahun sebelumnya atau sehari sebelumnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur kepada DPR. Adapun Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN, disertai Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Penyampaian terkait fungsi anggaran ini juga menjadikan sebuah tonggak baru, karena masalah keuangan negara pembicaraannya dilakukan secara terpisah dari Pidato Kenegaraan Presiden pada setiap tanggal 16 Agustus yang benar-benar diarahkan untuk bermakna sebagai speech to the nation di depan rapat gabungan DPR dan DPD.
Kelima, Pembentukan 2 (dua) Badan Baru di DPR-RI. UU ini mengamanatkan dibentuknya dengan segera dua badan baru yaitu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan Badan Anggaran.

BAKN akan bertugas melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR. Badan ini merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Diharapkan pula badan baru ini dapat juga menindaklanjuti hasil pembahasan tentang temuan hasil pemeriksaan BPK. Selain itu, BAKN bisa memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

Sementara Badan Anggaran, merupakan badan baru sebagai pengganti atau nama lain dari Panitia Anggaran yang kita kenal saat ini pada Periode DPR 2004-2009.
Keenam, Syarat Pembentukan Fraksi di DPR-RI. Dalam UU ini syarat pembentukan fraksi didasarkan pada partai politik yang memenuhi parliamentary treshold (PT) 2,5 persen, dapat membentuk fraksi. Dengan demikian dipastikan pada Periode DPR 2009-2014 terdapat 9 (sembilan) fraksi atau 9 parpol yang lolos PT.
(Sumber : Majalah Parlementaria Edisi 24 Tahun 2009)