Sabtu, 19 September 2009

TIDAK ADA YANG KALAH


Adagium seperti ; siapa memperoleh apa kapan dan bagaimana, tidak ada teman sejati yang ada hanyalah kepentingan abadi dalam dunia politik telah menjelma menjadi prinsip hidup dalam percaturan politik. Istilah tersebut tidaklah salah. Namun mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan umum adalah kesalahn besar. Kesalahan besar tersebut bukan saja menzalimi hak masyarakat saat itu, namun hal tersebut akan terseubjektifikasi menjadi hal wajar bagi generasi berikutnya khususnya, yang terjun dalam dunia politik dan merupakan pendidikan politik “buruk” bagi masyarakat.

Bukankah salah satu fungsi partai politik sebagai kendaraan para politisi itu adalah pendidikan politik pada masyarakat? Lantas apa yang lebih indah dan lebih bermanfaat selain bicara dan berpihak secara kongrit pada masyarakat? Uangkah? Atau…….? Anda yang lebih paham tentang diri anda
Tulisan ini bukan bermaksud mengulas dua istilah diatas, namun konflik pertarungan politik antara dua kandidat dalam pesta demokrasi, menimbulkan pertanyaan besar apa yang dicari?

''Katakanlah, 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang-orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu'.'' (Ali 'Imran: 26). Apa yang dikehendaki Allah SWT jadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan jadi. Manusia bisa merencanakan tetapi Allah jua yang menentukan.

Silih bergantinya siang dan malam, kemenangan dan kekalahan, dan terjadinya perubahan menunjukkan kuasa Allah Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta serta keterbatasan kita sebagai manusia. Firman Allah SWT, ''Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah.'' (Yaa Siin: 82).

Memang, kita bisa memahami bahwa Kekalahan adalah sesuatu yang paling tidak disukai banyak orang dan sulit untuk bisa diterima. Namun bukankah sebelum bertanding kita telah siap segalanya? siap menerima kekalahan dan siap membantu yang menang dalam kontek perjuangan untuk rakyat. Kalaupun tidak terlibat secara struktur bukankah juga bisa dengan cultural “ mencintai tidak selamanya memuji; mengkritik adalah bagian dari mencintai”. Dan memosisikan diri sebagai pengkritik adalah satu diantara cara bijak. Namun ingat..! mengritik yang tidak disertai dengan solusi adalah menghujat.

karena itu, memahami kekalahan dengan jiwa besar, berpikir positif dan bijak dalam menghadapinya. Sesungguhnya anda telah memenangkan peperangan. Memenangkan peperangan dalam seratus pertempuran belum menunjukan kemenangan sesungguhnya. kemenangan sesungguhnya adalah sejauh mana anda merubahnya menjadi energi positif, memanusikan manusia, serta turut terlibat dalam substansi manifestasi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dengan hal semacam itu anda akan selamanya dikenang sebagai pemimpin yang baik dan bijaksana.

Itulah hakikat berfastabiqulkhairat; (berlomba-lomba dalam kebajikan) karenya jika kita hanya silau pada kesenangan dan kenikmatan dunia, yang kita jumpai hal yang tidak pasti, semu, utopis, bahkan menyakitkan akan terus menghantui.

Kemenangan lalu diekspresikan dengan kesombongan, congkak, dan bahkan lupa diri kepada yang memberi nikmat. Akan selamanya tidak akan di Ridhoi Allah SWT, berbungkus dengan atas nama agama terhadap kebusukannya, kemunafikannya, kecongkakannya. Namun menerima kemenangan sebagai Amanah, memimpin dengan penuh cinta dan ketulusan hati adalah sebuah kemenangan sempurna. Tidak ada yang kalah bukan? Kalian semua pemenangnya.
Sumber;Politik.com Oleh; Rahmat Abd Fatah