Sabtu, 18 Juli 2009

MELEK POLITIK

Berulang-ulang sudah pesta politik dilalui oleh Bangsa Indonesia sejak pertama kali diselenggarakan tahun 1955. Pemilihan Umum (Pemilu) atau election day tidak hanya sekedar ciri dari suatu negara yang merdeka, akan tetapi juga berdaulat. Pemilu menandakan pula sebagai hak asasi dari suatu bangsa yang merdeka dalam menyelenggarakan kehidupan politiknya. Tidak sekedar dari perwujudan bentuk negara demokrasi, akan tetapi juga mencerminkan proses pendewasaan bangsa itu sendiri. Bagian terpenting dari penyelenggaraan pemilu ini sebenarnya bukan terletak pada penyelenggaraannya, akan tetapi bagaimana pemilu itu kemudian dapat menjadi proses pembentukan suatu negara yang mandiri dan berdaulat. Untuk bisa mewujudkan cita-cita ini, pemilu mesti didukung dengan kesadaran politik dari warga negara. Saya lebih suka menyebutnya melek politik. Tanpa didukung dengan wargan negara yang melek politik, rasanya tujuan ataupun cita-cita pemilu akan menjadi sia-sia.

Apa itu MELEK POLITIK?

Secara harafiah, melek diartikan sama dengan melihat. Dengan melihat, kita akan tahu apa yang dilihat/terlihat. Jika tahu dengan yang dilihat, maka kita akan tahu bagaimana mesti bertindak atau bersikap. Lawan katanya adalah buta, yang berarti tidak dapat melihat. Jelas sangat beda cara bersikap/bertindak antara orang yang buta dan orang yang mampu melihat normal. Orang buta akan selalu meraba-raba. Tidak jarang tertabrak atau bahkan sangat sulit untuk menempatkan sikap dan tindakan. Respon orang buta secara lahiriah juga lamban. Semisal diajak adu lari, tentunya orang buta tidak akan pernah mau untuk berlari karena akan membahayakan dirinya sendiri.

Politik adalah sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan yang ditujukan untuk mengatur penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya tidak semua orang atau semua golongan bisa begitu saja mengatur negara walaupun setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama. Kekuasaan adalah suatu alat yang diperlukan untuk meraih hak dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuasaan itu sendiri tidak dijalankan begitu saja, akan tetapi dibutuhkan suatu pemahaman dan pengetahuan untuk dapt dijalankan dengan sebagaimana mestinya. Inilah yang namanya politik.

Jika pengertian di atas, MELEK dan POLITIK tadi disatukan, maka secara sederhana dapat diartikan paham atau mengetahui tentang politik. Seperti yang sudah saya sampaikan, melek politik ini adalah fondasi yang paling penting dalam membangun suatu bangsa dan negara. Akan lebih baik jika suatu bangsa ini dibangun dan digerakkan oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat secara aktif, ketimbang hanya digerakkan oleh segelinter kelompok tertentu. Peran politik dari masyarakat ini sangat menentukan ke mana arah layar dan kemudi mesti digerakkan baik ketika laut sedang teang, atau mungkin sedang bergejolak.
Pada umumnya, negara-negara yang melek politiknya tinggi, taraf kesejahteraan masyarakatnya juga tinggi. Negara yang masyarakatnya memiliki kesadaran/kepedulian politik yang tinggi juga lebih mampu untuk bersaing di perdagangan global. Iklim politik yang sangat kondusif disertai dengan peran aktif masyarakat akan menentukan kekuatan politik negara itu pada kawasan terbatas. Lihat saja Singapura. Negara kecil begini ini sudah cukup bikin Indonesia manut. Ga sampai di situ, Malaysia sendiri sering dibuat gerah oleh ulah politik negara kecil ini.

CIRI-CIRI MELEK POLITIK

Terlebih dahulu kita pahami tentang sistem politik yang selama ini dijalankan di Indonesia. Sejak 1999 lalu, sistem politik nasional mengalami reformasi yang memberikan kelonggaran untuk mengakui lebih dari 3 partai politik. Sejak 2004, sistem politik nasional kembali mengalami pembaharuan, yaitu diterapkannya model pemilu di mana rakyat diberikan kesempatan untuk secara langsung memilih calonnya yang duduk di parlemen maupun calonnya yang duduk di kursi kepresidenan. Ini untuk tingkat nasional. Pada tingkat daerah tidak berbeda jauh. Di sini rakyat diberikan kesempatan untuk memilih wakilnya yang duduk di parlemen (DPRD) dan/atau untuk memilih calon kepala daerah seperti gubernur dan bupati/walikota.
Kondisi kedua yang perlu pula dipahami bahwa pelaksanaan pemilu ini akan diawali serangkaian kampanye yang fungsinya untuk memperkenalkan wakil-wakil atau calon-calon kepala daerah termasuk pula program kerjanya. Wakil-wakil di parlemen ataupun mereka yang duduk di eksekutif ini ditunjuk dan sekaligus didukung oleh partai politik. Jadi mekanismenya selama ini mesti melalui jalur partai politik atau setidaknya mendapatkan dukungan dari partai politik.
Kemudian, inilah ciri-ciri masyarakat yang melek politik untuk lingkungan politik di Indonesia.

Pertama -> Mengenal Kandidat Pilihannya
Masyarakat mesti tahu dan sekaligus paham siapa-siapa kandidat yang akan dipilih. lebih baik apabila masyarakat mengenal baik kandidat tersebut seperti latar belakang, aktivitasnya selama ini, kontribusinya kepada masyarakat, dan termasuk pula kelebihan dan kekurangannya. Jika masyarakat tidak mengetahui sama sekali atau hanya mengetahui sebatas latar belakangnya, maka bisa dikatakan bahwa masyarakat itu ibarat memilih kucing dalam karung. Sukur kalo dapetnya kucing Anggora atau kucing Persi, tapi sial sekali jika yang dicomot itu malah kucing garong.

Kedua -> Mengetahui Program Kerja Yang Diusung Oleh Kandidat
Sudah sepantasnya kandidat baik yang akan duduk di parlemen maupun di kursi eksekutif itu mesti punya visi dan misi. Kesemuanya itu akan dituangkan ke dalam program kerja jika nanti terpilih. Di sini masyarakat mesti yakin bahwa kandidat pilihannya itu akan benar-benar dapat mewakili aspirasinya, bukan aspirasi dari sekelompok tertentu. Di sinilah sebenarnya letak kepercayaan rakyat kepada para pengemban kekuasaan itu. Seperti pada ciri pertama, apabila ini tidak dapat dilakukan, sama saja bila rakyat itu memilih kucing dalam karung.

Apapun bentuknya, melek politik ini bukan cuma sekedar dari masyarakat atau rakyat, akan tetapi juga ditentukan oleh pemerintahannya. Sudah semestinya dalam program politiknya ini pemerintah selalu meningkatkan dan kalau bisa menggencarkan pemberantasan buta politik. Agak pesimis jika memang untuk melek huruf saja masih sulit dilaksanakan, apalagi mesti memberantas buta politik.

Peran Partai Politik

Secara umum, pemberantasan buta politik itu sesungguhnya adalah kewajiban seluruh warga negara. Dalam hal ini, kesadaran politik adalah modal utama untuk membangun kerangka politik nasional yang kokoh. Setidaknya ada unsur dari pemerintah sendiri, masyarakat, dan tentunya partai politik. Keseluruhan bangun politik nasional ini mesti dilandaskan pada persamaan (persatuan) yang berprinsip pada dasar negara. Ini namanya menjalankan fungsi negara yang berdaulat.

Dari ketiga unsur yang saya sebutkan tadi, partai politik memiliki peran yang cukup penting dalam membangun fondasi politik nasional. Partai politik ini memiliki tugas yang secara teknis akan menggerakkan alat-alat politik yang dimilikinya untuk mencapai tujuan politik. Partai politik ini juga satu-satunya institusi yang secara langsung (dan intensif) melakukan kontak politik dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan basis kekuatan politik dari partai politik itu sendiri terletak di masyarakat (atau massa). Ini terlihat dari struktur organisasi yang mengakar mulai dari tingkat DPP (Pusat) hingga ke PAC (tingkat kelurahan).

Alat politik tadi itu kemudian akan digerakkan sesuai dengan tujuan politik yang hendak dicapai. Umumnya, tujuan politik itu tentunya adalah untuk meraih kekuasaan. Persoalannya kemudian, setelah meraih kekuasaan, lalu kekuasaan itu ditujukan untuk siapa. Bisa ditujukan untuk kepentingan partai sendiri, atau bisa juga memang untuk rakyat. Idealnya, apabila suatu negara dibangun berdasarkan demokrasi rakyat, maka kekuasaan itu semestinya dikembalikan kepada rakyat. Tapi tidak salah juga apabila kekuasaan itu kemudian hanya untuk partai politik itu sendiri. Persoalannya tinggal apakah memang kesemuanya itu dikembalikan untuk kepentingan bersama atau hanya untuk segelinter orang tertentu.
(http://leo4myself.blogspot)
Teruskan baca - MELEK POLITIK

Kamis, 02 Juli 2009

Ketua MPR: Sewajarnya BPKP Batalkan Audit KPK

Rencana BPKP mengaudit KPK mendapat tentangan keras dari Ketua MPR. Bahkan Hidayat Nurwahid selaku Ketua MPR mengingatkan BPKP untuk tidak melanjutkan rencananya tersebut. Alasannya hal tersebut bukan lagi porsi BPKP.

Hal tersebut diungkapkan Hidayat kepada wartawan di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (30/6). Menurut Hidaya setiap lembaga negara seharusnya bekerja sesuai dengan porsinya masing-masing.

Karena itu yang berhak melakukan audit terhadap KPK sebagai suatu lembaga negara, masih menurut Ketua MPR itu, adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi tersebut juga telah melakukannya.

"Karenanya sudah sewajarnya apabila BPKP menghentikan rencananya mengaudit KPK," tegas Hidayat Nurwahid. Hidayat juga masih melihat banyak kerja BPKP yang juga belum diselesaikan secara maksimal. Bahkan banyak temuan-temuan BPK yang bersinggungan dengan BPKP sehingga membutuhkan keseriusan dan fokus untuk bekerja.

Dasar audit yang dikemukakan BPKP untuk melakukan rencana audit terhadap KPK sangat lemah. Hal ini karena presiden sendiri telah membantah memberi perintah kepada BPKP untuk melakukan hal itu.

Untuk Hidayat menegaskan bahwa kelembagaan KPK harus tetap diberdayakan dan tidak boleh "dibonsai" demi menanggulangi korupsi yang sudah parah di negera ini.
Teruskan baca - Ketua MPR: Sewajarnya BPKP Batalkan Audit KPK

Mega-Pro Kritisi Pemerintahan SBY-JK

Pasangan Capres-Cawapres Nomor 1 (Megawati-Prabowo) menggelar kampanye akbar di Gelora Bung Karno, Selasa (30/6). Sudah dapat diprediksi sebelumnya, pasangan ini akan mengkritisi kebijakan pemerintah di Era SBY-JK

Prabowo Subianto dengan suara menggelegar menyentil beberapa kebijakan pemerintah yang dinilainya bohong dan neoliberal. Prabowo mengatakan, Departemen-departemen pemerintah menggunakan uang rakyat bikin iklan di televisi. Padahal iklannya bohong besar. “Saya tanya apa benar pendidikan gratis. Massa pun menyambut dengan gegap gempita "Tidaaaakk!" .

Prabowo lebih lanjut menambahkan, sekarang ini zaman iklan. Yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan. Prabowo juga mengingatkan massa atas kiprah Megawati yang telah membentuk KPK. “UU KPK ditandatangani di zaman Beliau. UU Jaminan sosial juga ditandatangani di zaman beliau," teriak Prabowo. Mega pun tampak tersenyum mendengar orasi Prabowo yang heroik itu.

Di mata Prabowo pemerintah SBY-JK dinilai gagal dalam mengatasi pengangguran. Kemiskinan meningkat, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi setiap hari, harga-harga sembako naik. Tak lupa, Prabowo mengatakan beberapa aset nasional, seperti minyak dan gas, perbankan hingga Gelora Bung Karno sudah dikuasai asing.

Prabowo juga mengucapkan terimakasih atas pengibaran bendera pendukung capres lain pada kampanye akbar tersebut.

"Saya lihat ada bendera PAN hadir di sini. Padahal resminya PAN itu ikut sebelah sana (SBY-Boediono-red). Tapi yang ikut sebelah sana hanya di bosnya saja. Pendukung dan hati kadernya ada di sebelah sini," kata Prabowo dalam sambutannya di GBK, Senayan, Selasa (30/6/2009) yang disambut tepuk tangan meriah massanya.

"Saya lihat juga bendera Ka'bah, ada FPPP. Terima kasih kepada semua organisasi yang hadir. Bendera PDS yang bos-bosnya ke sebelah sana, tapi rakyatnya ke sini, terima kasih," imbuhnya.

Pria yang sering disebut sebagai “Soekarno Kecil” ini juga mengajak semua rakyat Indonesia melakukan perubahan dengan memilih Megawati dan dirinya dalam pilpres mendatang. Karena pemerintahan yang ada saat ini dinilai gagal membawa kesejahteraan nyata bagi rakyat Indonesia.

Sedang Capres Megawati yang mendapatkan kesempatan kedua untuk berpidato mempertanyakan ketidakberesan daftar pemilih tetap (DPT).

"DPT di 16 provinsi belum beres, 68 ribu TPS yang dihilangkan," orasi Megawati yang mengenakan pakaian mirip Prabowo yaitu kemeja warna krem penuh saku.

Mega mangajak massanya agar berpikir jernih, mengapa sampai ada TPS-TPS yang dihilangkan dan jumlahnya cukup besar. “Apa maksud dan tujuannya, Saudara-saudara?" tanya Megawati yang rambutnya sering tersibak angin ini.

Mega menceriterakan kesuksesan dalam menyelenggarakan Pemilu 2004. Pada saat dia berkuasa katanya, dia mampu melaksanakan pemilu dengan konsekuen. "Banyak orang yang mengatakan baik di tingkat nasional dan internasional, pemilu pertama di Republik Indonesia ini berhasil dengan sukses. Sehingga sebenarnya masyarakat harus bisa membandingkan dengan baik," urai Mega.

Mega mengajak massanya untuk menjaga suara pada 8 Juli. "Saudara-saudara yang ingin memilih Mega-Pro, Mega-Prabowo, harus bersama-sama mengamankan yang namanya TPS-TPS dan juga kotak-kotak suara saat dibawa ke kecamatan/kelurahan karena sebenarnya di tempat-tempat itulah sering terjadi manipulasi suara," ujar Mega disambut tepuk tangan.*
Teruskan baca - Mega-Pro Kritisi Pemerintahan SBY-JK

Kamis, 25 Juni 2009

Pemenangan Pilkada

Usai menghadiri Forum Konsolidasi Pemenangan Pilkada Langsung dan Pemilu di Pondok Pesantren Alhamdulillah, Gus Dur didesak wartawan agar memberikankomentar terkait kemelut PKB pascamuktamar II.
“Bagaimana Gus tanggapannya?” desak wartawan.
Namun, Gus Dur yang sudah hafal kelakuan pers menjawab, “Sudah tidak perlu saya tanggapi. Kalau saya ngomong, sama saja dengan menanggapi,” Gus Dur dengan lihai berkelit.
Dasar wartawan, mereka tidak pernah patah semangat. Agar Gus Dur terpancing, mereka terus merangsek Ketua Dewan Syura PKB ini.
“Ayo Gus tanggapannya?”
Akhirnya karena tak tahan, Gus Dur menyerah dan pernyataan pun terlontar. “Memangnya ini tanggapan. Tanggapan itu ludruk atau waryang,” kata Gus Dur santai. Wartawan pun kecele. (okz/ahm)
Teruskan baca - Pemenangan Pilkada

Menyengsarakan Anggota DPR

Suatu hari di negara entah berantah, muncul suatu kebijakan baru yang belum pernah dilakukan di negeri lain. Semua orang yang berpangkat Wakil, dinaikkan pangkatnya. Wakil Presiden jadi Presiden, Wakil Direktur jadi Direktur, dan Wakil Komandan jadi komandan dsb..dsb..
Yang penting, dalam program ini tidak ada penggusuran posisi. Perkara ada dobel posisi, itu bisa diatur pembagian tugasnya.
Masalah pembengkakan anggaran, semua ditanggung oleh negara. Sesudah mantap dengan rencana itu, diajukanlah program ini ke DPR untuk mendapatkan persetujuan mereka. Ternyata DPR menolak. Betul-betul menolak dengan keras.
Bahkan sangat keras. Alasannya, program ini menyengsarakan anggota DPR. Bayangkan, mereka akan merubah status dari Wakil Rakyat menjadi Rakyat! (ahm/okz)
Teruskan baca - Menyengsarakan Anggota DPR

Semua Presiden Punya Penyakit Gila

Jakarta (GP-Ansor): Kelihaian Gus Dur dalam melakukan serangan politik sambil berkelit dengan mengundang senyum geli memang tak diragukan lagi.
Serangan atau kelitan poitik Gus Dur kerap mengundang tawa geli karena selain sangat keras juga lucu. Dia memang dikenal sebagai penyaji humor politik tingkat tinggi.
Kita masih ingat humor politik Gus Dur yang dilempar kepada Presiden Kuba Fidel Castro. Ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Kuba, Gus Dur memancing tawa saat menyelingi pembicaraannya dengan Castro bahwa semua presiden Indonesia punya penyakit gila.
Presiden pertama Bung Karno gila wanita, presiden kedua Soeharto gila harta, presiden ketiga Habibie benar-benar gila ilmu, sedangkan Gus Dur sendiri sebagai presiden keempat sering membuat orang gila karena yang memilihnya juga orang-orang gila.
Sebelum tawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya. “Yang Mulia Presiden Castro termasuk yang mana?” Castro menjawab sambil tetap tertawa, “Saya termasuk yang ketiga dan keempat.”
Apa selesai sampai di situ? Tidak. Ketika mengunjungi Habibie di Jerman, oleh orang dekat Habibie, Gus Dur diminta mengulangi cerita lucunya dengan Castro itu. Merasa tak enak untuk menyebut Habibie benar-benar gila atau gila beneran, Gus Dur memodifikasi cerita tersebut. Kepada Habibie, dia mengatakan, dirinya bercerita kepada Castro bahwa presiden Indonesia hebat-hebat.
Kata Gus Dur, Presiden Soekarno negarawan, Presiden Soeharto seorang hartawan, Presiden Habibie ilmuwan, sedangkan Gus Dur wisatawan.
Selain menghindari menyebut Habibie benar-benar gila, jawaban itu sekaligus merupakan jawaban Gus Dur yang bersahabat atas kritik bahwa dirinya sebagai presiden banyak pergi ke luar negeri seperti berwisata saja. (okz)
Teruskan baca - Semua Presiden Punya Penyakit Gila

Profesor Ateis vs Mahasiswa Religius

Perdebatan seru terjadi di kelas filsafat,membahas apakah Tuhan itu ada atau tidak.
Profesor mengajak para mahasiswa berpikir dengan logika:
“Adakah di antara kalian yang pernah mendengar Tuhan?”
Tak ada yang menjawab.
“Adakah di antara kalian yang pernah menyentuh Tuhan?”
Lagi-lagi tak ada jawaban
“Atau ada di antara kalian yang pernah melihat Nya?!”
Masih tak ada jawaban
“Kalau begitu Tuhan itu tak ada”
Seorang mahasiswa yang religius mengacungkan tangannya, meminta izin untuk bicara.
“Apakah ada yang pernah mendengar otak profesor?” tanyanya pada seisi kelas.
Suasana hening.
“Apakah ada yang pernah menyentuh otak profesor?”
Suasana tetap hening
“Apakah ada yang pernah melihat otak profesor?”
Karena tak ada yang menjawab maka mahasiswa itu kemudian menyimpulkan,”Kalau begitu, profesor memang tak punya otak!”
Teruskan baca - Profesor Ateis vs Mahasiswa Religius

Tanya Jawab Bersama Gus Dur

Tanya (T) : Gus, Mengapa Demam Berdarah marak di Jakarta?
Jawab Gus Dur (GD) : Karena Sutiyoso melarang bemo, becak dan sebentar lagi bajaj. Padahal nyamuk sini cuma takut sama tiga roda.
T: Mengapa dalam kampanye mereka, parpol-parpol senang membodohi rakyat?
GD: Sebab kalau pintar rakyat tak akan pilih parpol-parpol itu. Orang pintar pilih Tolak Angin.
T: Mengapa kampanye PPP selalu rame?
GD: Sebab tiap suami membawa empat istri.
T: Mengapa sampai kapan pun bulan bintang tak akan menang?
GD: Sebab masih ada Matahari.
T: Gus, Mengapa Anda selalu menutup doanya dengan “inggih, inggih”
GD: Saya ndak mau bilang Amin…Amin…, saya sebel dengan orang itu.
T: Menurut Anda partai-partai mana saja yang sealiran ?
GD: Partai Keadilan Sejahtera, Partai Damai Sejahtera dan Partai Buruh Sejahtera.
T: Mengapa perilaku PDIP sering disamakan dengan perilaku Golkar?
GD: Karena MEGA kan artinya sama dengan AKBAR.
T: Jabatan apa menurut Anda yang cocok diduduki oleh Amin Rais ?
GD: Kepala Bulog. Biar dia seneng ngurusin Rice
T: Siapakah sebenarnya musuh terbesar PDIP ?
GD: Taufik Kiemas, karena sudah sering dia menggoyang mbak Mega.
T: Kemaren Anda sudah berkunjung ke SBY, Di mana sekarang SBY berada ?.
GD: Yo’ kamu ini piye toh’… SBY dari dulu ada di Jowo Timur.
T: Gus, Gimana kalau Anda dicalonkan dengan pendamping Anda Akbar Tanjung ?
GD: Ogah !!! Takut Bocor !
T: Bocor kenapa Gus ?
GD: ‘Ntar mahasiswa naek genteng MPR lagi. (e-ketawa)
Teruskan baca - Tanya Jawab Bersama Gus Dur