Sabtu, 28 November 2009

Delapan Pilkada di Malut Digelar Serempak

TERNATE: Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara (Malut) mengupayakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada delapan kabupaten/kota, akan dilaksanakan serentak pada pertengahan tahun 2010.

"KPU Malut menggelar rapat dengan seluruh KPU kabupaten/kota di Malut dan sepakat akan mengupayakan agar pilkada di delapan kabupaten/kota di Malut dilaksanakan secara serentak pada pertengahan 2010," kata Ketua KPU Malut Azis Kharie di Ternate, Jumat (6/11).

Kedelapan kabupaten/kota adalah Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Halmahera Selatan (Halsel), Halmahera Timur (Haltim), Kepulauan Sula (Kepsul), Halmahera Barat (Halbar), Pulau Morotai serta Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan (Tikep).

Menurut Azis, alasan untuk melaksanakan pilkada serentak pada pertengahan 2010 tersebut, karena masa jabatan kepada daerah di kedelapan kabupaten/kota tersebut akan berakhir pada 2010, walaupun bulannya tidak bersamaan. Selain itu, untuk mengantisipasi terjadinya gejolak sosial, ekonomi terkait adanya pilkada di kedelapan kabupaten/kota tersebut. Artinya kalau pilkada dilaksanakan serentak, makan pengamanannya akan lebih fokus.

Namun, kata Azis, kepastian bisa tidaknya pilkada pada kedelapan kabupaten/kota tersebut dilaksanakan pada pertengahan 2010 tergantung pada keputusan KPU Pusat serta pemda di setiap kabupaten/kota. Ia mengatakan, untuk mengantisipasi terjadinya konflik dalam pelaksanaan pilkada pada kabupaten/kota tersebut, KPU Malut akan mengevaluasi kinerja seluruh anggota KPU kabupaten/kota setempat.

Pasalnya, pada pelaksanaan pemilu legislatif lalu, ada anggota KPU kabupaten/kota yang banyak mendapat sorotan dari masyarakat setempat karena dinilai tidak konsisten dalam melaksanakan tugasnya. "Kami khawatir hal itu akan terulang pada pelaksanaan pilkada nanti, makanya kami akan evaluasi dengan meminta masukan dari berbagai pihak, terutama panwaslu setempat" katanya. (Ant/OL-06)

Semuanya hanya akan dapat berjalan dengan baik jika semuanya berjalan atas dasar cinta yang kuat akan Negeri tercinta Maluku Utara melebihi cintanya pada diri dan kelompoknya....(Rahmat Abd fatah).
Teruskan baca - Delapan Pilkada di Malut Digelar Serempak

Rabu, 25 November 2009

International Student Day


Perayaan hari pelajar Internasional merupakan suatu hal yang baru di Indonesia. International Student Day (Hari Pelajar International) berawal dari tewasnya Jan Opletal, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Charles di Praha ketika melakukan demonstrasi melawan pendudukan fasis Jerman di Ceklosovakia. Aksi demonstrasi yang dimulai pada ulang tahun kemerdekaan Cekoslovakia (28 Oktober 1939) berakhir dengan bentrokan antara mahasiswa dan Nazi, yang mengakibatkan meninggalnya Jan Opletal pada 11 November 1939. dan meninggal karena tembakan tentara Nazi di perutnya. 4 hari kemudian, Jan dimakamkan, jenazahnya di bawa dari Praha ke Moravia (rumahnya),

prosesi pemakamannya berubah ketika puluhan ribu mahasiswa yang turut hadir mengubahnya menjadi Demonstrasi Anti Nazi. Akibatnya pada 17 November 1939, Reichsprotektor Ceko (Semacam perwakilan Nazi di negara boneka Bohemia dan Moravia), Konstantin von Neurath menutup semua universitas dan perguruan tinggi, lebih dari 1200 mahasiswa dikirim ke kamp konsentrasi, dan mengeksekusi sembilan Mahasiswa (termasuk Profesor), selanjutnya, tragedi ini dijadikan Hari Pelajar Internasional oleh Serikat Mahasiswa Internasional (Internasional Student’s Union), sebuah organisasi mahasiswa internasional, didirikan pada 27 Agustus 1946 yang bermarkas di Praha, Cekoslovakia.

Pada 17 November 1989, di Cekoslovakia, sekitar 1500an mahasiswa melakukan perayaan hari pelajar internasional tetapi dengan tema menentang Kapitalisme Negara Rezim Stalinis Cekoslovakia yang menghambat Demokrasi dan Kebebasan. Kejadian tersebut, mengawali “Revolusi Beludru”—semacam (kontra) revolusi tanpa kekerasan—dan mengakhiri republik Cekoslovakia menjadi Republik Ceko dan Slovakia, dimana selanjutnya karena Rezim Stalinis, Ceko terpecah dan masuk dalam kekuasaan negeri-negeri kapitalis eropa.

Hari Pelajar Internasional, juga berangkat dari perlawanan mahasiswa Politeknik di Athena, Yunani pada tahun 1973 yang melakukan perlawanan terhadap Junta Militer. Pemogokan mahasiswa, yang dimulai sejak tanggal 14 November 1973. Para Mahasiswa membuat Barikade di kampusnya, membuat stasiun radio dan mengabarkan perlawanan mereka terhadap Junta Militer ke seluruh kota di Athena, dan mengajak kepada setiap orang yang bersepakat dengan perjuangan demokrasi untuk bergabung. Klimaks perjuangan mereka terjadi pada 17 November, ketika, pada malam hari sekitar 30 Tank tentara menabrak gerbang kampus Politeknik, tidak ada yang tahu persis berapa mahasiswa politeknik yang terbunuh saat penyerangan terjadi, tetapi banyak yang terluka parah, dan setelah kejadian itu masih meninggalkan luka yang mendalam bagi para korban kekejian Junta Militer Yunani. Pemogokan mahasiswa Politeknik di Athena merupakan awal dari kejatuhan Junta Militer di Yunani yang akhirnya jatuh pada Juli 1974. Secara resmi 17 November di Yunani telah dinyatakan sebagai Hari Mahasiswa Yunani.

Semua peristiwa ini memberikan inspirasi bagi gerakan mahasiswa di seluruh dunia dalam upayanya untuk mendapatkan pendidikan dan masyarakat yang demokratis. Hari Mahasiswa Internasional telah menjadi simbol bagi perjuangan mahasiswa di berbagai negara. Hari Pelajar Internasional, dirayakan di berbagai negara meski tidak diorganisasikan secara internasional. Beberapa gerakan mahasiswa merayakan hari pelajar internasional sejak 5-18 November.

Dewasa ini, perjuangan gerakan mahasiswa di berbagai negeri tidak hanya menuntut soal pendidikan dan masyarakat yang demokratis tetapi pendidikan yang gratis. Krisis Kapitalisme yang di “obati” dengan jalan Neoliberalisme telah membuat pendidikan menjadi mahal dan diperjualbelikan di berbagai negeri tidak hanya di negara-negara berkembang (seperti Indonesia) bahkan negeri-negeri makmur. Berbagai pemogokan dan pendudukan kampus terjadi di berbagai negeri di Eropah (seperti di Austria—yang dimulai dari Akademi Seni di Wina kemudian merembet ke berbagai kampus di Wina (Universitas Wina, Graz, Klagenfurt, Linz, Teknik Graz, Teknik Wina) lebih dari 40.000 mahasiswa bergabung dalam aksi tersebut, Makedonia (Universitas Cyril, Methodius), Kroasia Jerman (Muenchen ( Akademi Seni), Marburg (600an mahasiswa bergabung) bahkan Amerika (San diego, Toronto yang memobilisasi 5000 orang), mengajukan tuntutan yang sama: Pendidikan GRATIS dan DEMOKRATIS.
Teruskan baca - International Student Day

Pernyataan Sikap memperingati International Student's Day


Ayo Rakyat Bersatu:

Lawan Kapitalisme dan Budaya Korupsi !

“Wujudkan Pendidikan Gratis, Bebas dari Korupsi dengan membangun Pemerintahan Bersih, Demokratis, Kerakyatan Di Bawah Kontrol Rakyat” !

Potret buram pendidikan di Indonesia disebabkan oleh sistem Kapitalisme Neoliberal yang masih terus bercokol. Di bawah rezim SBY-Boediono, demi kepentingan korporasi internasional, program-program neoliberalisme di jalankan, akibatnya, pendidikan bagi rakyat miskin menjadi korban. Menurut KomNas Perlindungan Anak di tahun 2007 saja sekitar 12 juta anak Indonesia putus sekolah, kedepannya jumlah tersebut akan terus meningkat seiring semakin diperdalamnya kebijakan neoliberalisme.

Berbagai bentuk kebijakan pemerintah dari UU SISDIKNAS, UU BHP hingga UU MIGAS, UU Kawasan Ekonomi Khusus, mengakibatkan mayoritas rakyat miskin semakin tidak mendapatkan tempatnya di mata kesejahteraan. Biaya pendidikan tak terjangkau, upah buruh jauh di bawah kelayakan hidup. Segala potensi sumberdaya alam yang sudah diolah maupun belum, diserahkan dengan sukarela untuk investor asing dan lokal, yang tersisa hanya ceceran ceceran keuntungan.

"Dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN, serta diatur lagi dalam UU Sisdiknas No. 20/2003 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan dana pendidikan 20% dari APBN. Namun sejauh ini, penyediaan dana tidak pernah mencapai 10%. Dana alokasi pendidikan 20% masih terlalu kecil dibandingkan dengan dana untuk membayar utang luar negeri yang berkisar 35% hingga 40% per tahun dari APBN. Kemudian, alokasi dana pendidikan yang langsung menyentuh publik juga semakin sedikit, karena harus melalui pemotongan-pemotongan administrasi dan praktek korupsi. Sementara, kekayaan alam yang seharusnya bisa menjadi andalan pembiayaan kita, banyak yang “dirampok” asing atas sepengetahuan pemerintah dan atas nama privatisasi. Pemerintah sudah secara nyata tidak memiliki niat dan tekad untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Pemerintah justru sibuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang terkena dampak krisis financial dengan berbagai kebijakannya seperti; bailout. Sudah miskin mayoritas rakyat, masih ditimpakan pula pederitaan dengan berbagai aturan-aturan hukum yang timpang, rakyat dijauhkan dari keadilan. Penggusuran tanah rakyat yang dilegalkan melalui Perpres No. 36 tahun 2005 adalah bukti nyata dari otoritarianisme pemerintahan SBY-Boediono. Tak luput juga para petani kita, subsidi pupuk pada tahun 2010 sebesar 11 trillyun, yang seharusnya untuk petani, justru dalam prakteknya malah diberikan pada Corporate Farming alias perusahaan pertanian yang beroperasi di Indonesia.

Selain itu, masih ada lagi persoalan lemahnya kesadaran rakyat akibat hegemoni yang disuntikkan kapitalisme melalu media-media mereka. Rakyat dijejali dengan kesadaran palsu, dogma agama dijadikan tameng otoritas kekuasaan tirani, ceramah-ceramah keagamaan diarahkan untuk tidak melakukan perlawanan dan protes terhadap pemerintah. Menjadikan rakyat lemah dalam membela hak-haknya, tak berani melawan, tersudut dalam doktrin “ikhlas dan pasrah” terhadap penindasan, CELAKA !

Permasalahan hegemoni kapitalisme tidak hanya merasuki kesadaran mayoritas rakyat miskin, tetapi juga masuk pada alam pikir seluruh elite politik busuk. Rendahnya tenaga produktif yang diakibatkan oleh sistem neoliberal, melalui pemerintahan SBY-Boediono, membuat para elite politik menjadi tak punya moral yang santun. Hasrat kepemilikan/penguasaan alat produksi secara individual oleh borjuasi, memunculkan terciptanya watak KORUP. Tatanan masyarakat berkelas yang diciptakan sistem kapitalisme mengakibatkan adanya persaingan-persaingan jahat antar penguasa modal negri ini. Selama masih ada kepemilikan alat produksi secara individual, maka korupsi akan terus ada, karena watak jahat kelas borjuasi adalah kompetisi, akumulasi, dan konsumerisme, hingga wujudnya yang paling keji yaitu: KEPEMILIKAN Persoalan korupsi, sudah ada dan telah diwariskan sejak tatanan masyarakat sebelum ini, yaitu feodalisme dan perbudakan, sebuah warisan purba yang tak kalah piciknya dengan sistem patriarki. Selama masih ada kelas-kelas dalam masyarakat, maka mental korup akan terus ada dan berkembang, karena basis produksi dan superstruktur kapitalisme menyediakan syarat materialnya, syarat material bagi korupsi, patriarki, dan segala bentuk kemiskinan dan penderitaan.

Lengkap sudah penderitaan, mayoritas rakyat semakin menjauh dari pangkuan kebahagiaan dan kesejahteraan. Beberapa hal di atas menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi, politik, hukum, mensyaratkan dibuatnya UU yang akan memuluskan jalannya eksploitasi-penindasan. Tak usah dipertanyakan lagi loyalitas rezim terhadap neoliberalisme. “Sukses” telah diraih pemerintahan SBY-Boediono dengan prestasinya yang telah menciptakan proletarisasi massal karena pengabdiannya kepada modal. “Sukses” telah menyakiti mayoritas rakyat dengan peindasan.

Dalam peringatan Hari Pelajar Internasional kali ini, yang dirayakan di berbagai negara secara serentak dengan aksi turun ke jalan, bersama-sama menuntut pendidikan gratis, ilmiah, modern dan demokratis, kami Liga Mahasiwa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (LMND PRM) menyerukan kepada gerakan rakyat untuk: segera membangun persatuan gerakan sebagai alat politik alternatif bagi pembebasan nasional, membuat wadah-wadah perlawanan, memasokkan propaganda sosialisme secara reguler dan massif, dalam rangka memajukan kesadaran sejati mayoritas rakyat untuk menghancurkan dominasi kesadaran palsu yang diwariskan sistem kapitalisme, dan mengganti pemerintahan SBY-Boediono dengan pemerintahan alternatif, pemerintahan buruh-tani, menegakkan SOSIALISME !

Maka dari itu, kami menuntut:

1. Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis, Bervisi Kerakyatan

2. Lawan Privatisasi Pendidikan; Tolak UU BHP

3. Demokratisasi Kampus/Sekolah

4. Transparansi Dana Kampus

5. Perbaikan Fasilitas dan Kurikulum Kampus yang bervisi Demokratis, Kerakyatan, Modern, Setara dan Ekologis.

Bagi kami, jalan keluar dari persoalan di atas, adalah:

1. Mengganti Pemerintahan Agen Imperialis (SBY-Boediono) Dengan Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin yang Bersih, Demokratis, Merdeka, Kerakyatan.

2. Menasionalisasi Industri Pertambangan dan Membangun Industri Nasional yang Kuat dan Tangguh di Bawah Kontrol Rakyat.

3. Menangkap, Mengadili dan Menyita Harta Koruptor

4. Menghapus Utang Luar Negeri.

5. Pemusatan Pembiayaan dalam Negeri

6. Kekuasaan Rakyat

7. Kebudayaan Maju

Jadi, jika revolusi pada masa-masa sebelum ini bukan suatu revolusi sosialis, maka sesungguhnya ia telah melapangkan jalan, menyiapkan dasar bagi sosialisme. Kapitalisme, dengan rezim borjuisnya, di mana-mana, di tiap negara, telah menciptakan proletariat yang besar jumlahnya, terkonsentrasi dan perkasa. Dengan demikian, maka munculnya tatanan masyarakat baru tak bisa terhindarkan lagi: Sosialisme. Begitulah tekad ingin kami teguhkan !

Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat,

Salam Juang !

Selamat Berkobar !

Kolektif Nasional Sementara Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (KolNas LMND PRM)

Medan Juang, 17 November 2009

Paulus Suryanta Ginting

Juri Bicara Nasional
Teruskan baca - Pernyataan Sikap memperingati International Student's Day

Pernyataan Sikap LMND PRM tentang Korupsi


Ayo Bersatu:

Lawan Kapitalisme dan Budaya Korupsi!

“Wujudkan Kesejahteraan Rakyat, Bebas dari Korupsi dengan membangun Pemerintahan Bersih, Demokratis, Kerakyatan Dibawah Kontrol Rakyat”!

“Sehingga jadi bangsa yang konsumtif, tidak produktif. Akibatnya melahirkan benua korupsi. Malah orang menjadi kuli. Untuk menjadi kuli itu, bayar mereka. Sampai Jerman mengatakan, Indonesia itu bangsa kuli di antara bangsa-bangsa dunia.” (Pramoedya Ananta toer)

Salam Pembebasan,

Beberapa kasus korupsi kembali mengguncang negeri ini, belum lagi ada penyelesaian yang jelas terhadap kasus-kasus korupsi sebelumnya; seperti kasus korupsi Soeharto dan kroni-kroninya; “pembobolan” Bank Bapindo oleh Edi Tansil yang melibatkan banyak pejabat dalam masa Orde Baru melalui “Surat Sakti”; korupsi Pertamina dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG); kasus BLBI, dan yang paling baru dan terheboh adalah kasus “Cicak vs Buaya” yang melibatkan anggodo dan anggoro dalam kasus Tanjung Siapi-Api; serta kasus Bank Century, sangat merugikan negara.

Di negeri ini, kasus korupsi ibarat “Gunung Es”, penanganannya masih belum dilakukan secara tegas; tanpa pandang bulu dan transparan. Mayoritas kasus-kasus korupsi di masa Orde Baru masih belum tersentuh, ditambah lagi dengan kasus-kasus korupsi paska kekuasaan Orde baru hingga saat ini.

Apa akar persoalan Korupsi?

Korupsi dalam pengertian Hukum adalah setiap orang yang melawan secara hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu, korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan orang lain atau negara.

Sesungguhnya, Korupsi merugikan Kapitalisme, karena korupsi menggerogoti keuntungan kapitalis dari penghisapannya terhadap kaum miskin, membuat para kapitalis membayar lebih (pungli; suap; pajak siluman, dll) dari yang seharusnya, dan merugikan akumulasi capital para kapitalis.

Tapi di negeri ini, Korupsi sudah begitu membudaya; menjadi “benua”—yang untuk menumpasnya tak bisa dijalankan dengan cara-cara yang halus; moderat; reformis, harus dengan jalan yang mendasar (Radikal) dan Revolusioner, tak bisa tidak. “Benua” Korupsi di negeri ini tak bisa dihapuskan dengan cara-cara moderat karena disebabkan oleh faktor rendahnya Tenaga Produktif (Force of Production). Rendah/lemahnya Tenaga Produktif (konteks hari ini: Industrialisasi Nasional) yang mengakibatkan masyarakat menjadi rendah produktifitasnya dan tinggi budaya konsumtifnya—dikondisikan oleh faktor hegemoni konsumerisme kapitalisme—akibatnya, segala cara (baik dari hasil kerja maupun korupsi) digunakan untuk memenuhi hasrat konsumtifisme di luar alasan-alasan kebutuhan dan fungsional, suatu Gap kebudayaan (Cultural Gap). Faktor rendah/lemahnya Tenaga Produtiflah yang mengakibatkan negeri ini tak lebih dari sasaran kapitalisme internasional untuk pasar barang yang berlebih di negeri-negeri asal mereka—agar memudahkan penjualan barang yang berlebih tersebut, maka butuh hegemoni konsumerisme, selain penghisapannya terhadap keringat ratusan juta buruh dan kekayaan alam yang melimpah negeri ini.

Faktor rendah/lemahnya Tenaga Produktif (Industrialisasi Nasional) merupakan faktor yang membuat Korupsi menjadi “Budaya”, menjadi “Benua”. Tapi, bukan berarti di negeri-negeri kapitalis yang (relatif) maju tenaga produktifnya diperbandingkan dengan negeri-negeri “miskin” seperti Indonesia, sama sekali tak ada Korupsi. Korupsi, di negara-negara Maju seperti Jepang, Amerika atau negeri-negeri di Eropa terjadi, tapi dengan jumlah pelaku yang lebih sedikit (tidak luas) walaupun uang yang dikorupsi tak kalah besarnya. Lalu apa akarnya?

Faktor yang mendasar dari keinginan korup (memperkaya diri sendiri) adalah ketimpangan (ada yang memiliki, sebagian kecil sedikit memiliki dan mayoritas tidak memiliki) akses terhadap alat-alat produksi. Tatanan masyarakat berKlas, yang menghasilkan adanya segelintir kelompok orang yang kaya di satu sisi dan mayoritas yang miskin di sisi lain menumbuhkan keinginan untuk memperkaya diri sendiri dari “mencuri” kekayaan orang yang bermilik/kaya yang tak bekerja dengan lelah/letih seperti rakyat miskin atau memperkaya diri sendiri agar mendapat modal dengan jalan korupsi dari uang negara atau perusahaan, agar dapat bersaing (secara ekonomi, politik maupun sosial) dengan golongan/kelompok pemilik alat-alat produksi yang kaya itu.

Apa jalan keluarnya?

Syarat material menghancurkan “Gunung Es” persoalan Korupsi di negeri ini satu-satunya adalah membebaskan bangsa ini dari cengkraman dominasi Imperialisme yang menghambat kemajuan tenaga produktif (Pembebasan Nasional). Pembebasan Nasional dapat terwujud apabila ada penggantian kekuasaan Pemerintahan Agen Imperialis (SBY-Boediono) oleh Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin untuk membangun Industrialisasi Nasional yang kuat. Melalui Pembebasan Nasional, membangun dan memajukan Industrialisasi Nasional yang modern, merdeka, kerakyatan, demokratis dan Ekologis di bawah korntrol rakyat dapat dijalankan, sehingga basis penghapusan “Benua” Korupsi yang dilakukan melalui memajukan Tenaga Produktif, meningkatkan produktifitas, memajukan kesadaran; budaya (cth: anti korupsi); pengetahuan, Demokrasi Langsung dan penghapusan ketimpangan akses terhadap alat-alat produksi dan hasil produksi dapat dicapai.

Dalam Momentum Hari Mahasiswa Internasional (International Student Day) ini, kami, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (LMND PRM), menyerukan kepada seluruh Gerakan Rakyat, untuk:

1. Membangun persatuan Rakyat dan Kaum Gerakan sebagai alat
politik alternatif perjuangan pembebasan nasional.

2. Melancarkan propaganda-propaganda yang reguler dan massif untuk mengalahkan dominasi politik-ideologi rezim SBY-Boediono dan elit-elit politik penipu rakyat lainnya.

3. Membangun organisasi dan posko-posko perjuangan sebagai wadah untuk mengembangkan pengetahuan organisasi, politik, ideologi guna mempertajam konsep dan arah perjuangan gerakan.

Terhadap kasus-kasus Korupsi yang terjadi, kami menuntut:

1. Tegakkan hukum secara adil dan transparan untuk kasus Bibit dan Chandra;

2. Adili para koruptor di tubuh TNI, POLRI, KPK, BPK, DPR, Kejaksaan, dan diseluruh lembaga Pemerintahan (Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif);

3. Tuntaskan secara Adil, Partisipatif dan Transparan seluruh kasus-kasus Korupsi (Soeharo, BLBI, Edi Tansil, Bank Century, dll);

4. Bangun Lembaga Pengawas Korupsi yang Bersih dan Demokratis dari Nasional hingga ke kecamatan dan kelurahan;

5. UU Anti Korupsi yang Adil, Merdeka, Transparan dan Partisipatif bagi rakyat;

6. Wujudkan Partisipasi dan kontrol rakyat untuk menangkap, mengadili dan mensita harta koruptor.

Bagi kami Jalan keluar dari persoalan rakyat hari ini, adalah:

1. Membebaskan Bangsa Indonesia dari Cengkraman Dominasi Imperialis dengan Mengganti Pemerintahan Agen Imperialis ( Rezim SBY-Boediono) dengan Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin.

2. Membangun Industri Nasional Yang Kuat dan tangguh di Bawah Kontrol Rakyat

3. MeNasionalisasi Aset-Aset Vital dan Industri Pertambangan Asing

4. Menangkap, mengadili dan MenSita Harta para Koruptor

5. MengHapuskan Utang luar negeri

Jalan keluar tersebut untuk menjalankan program-program mendesak bagi rakyat, antara lain:

1. Memberikan Pendidikan dan Kesehatan bagi rakyat

2. Menurunkan Harga Sembako

3. Menaikan Pendapatan dan Lapangan Pekerjaan

4. Menyediakan Perumahan, Air Bersih, Energi, serta Transportasi Murah dan Massal

5. Memperbaiki Kerusakan Lingkungan

6. Membuat UU Politik dan Pemilu yang Demokratis

7. Membuat Penulisan Sejarah yang Jujur; Mengembalikan Ingatan Sejarah Rakyat

8. Melakukan pengadilan bagi para penjahatHAM dan Pembubaran Komando Teritorial

9. Memenuhi Kuota 50% bagi Perempuan di Semua Jabatan Publik

Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat, terima kasih.

Kolektif Nasional Sementara

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin

(KolNas LMND PRM)

Medan Juang, 17 November 2009

Paulus Suryanta Ginting

Juri Bicara Nasional
Teruskan baca - Pernyataan Sikap LMND PRM tentang Korupsi

Memanas, Raker Komisi B- DPPKA Dihentikan

DEWAN- Rapat kerja antara Komisi B DPRD Kabupaten Sidoarjo dengan Dinas Pendapatan, Pengelolaan keuangan dan Aset (DPPKA) selasa (24/11) terpksa dihentikan. Hal ini ini terjadi karena permintaan data potensi oleh komisi B tidak diberikan DPPKA.

Padahal, sebelum rapat digelar, surat resmi dari komisi B terkait potensi wajib pajak penerangan jalan (PPJ) dan potensi pendapatan melalui hotel, restaurant, losmen, sudah dilayangkan.

“Hal ini sangat menghambat pembahasan RAPBD di komisi B terkait kelayakan usulan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diprediksikan oleh pemerintah kab Sidoarjo,” terang Sekretaris Komisi B Aditya Nindyatman.

Masih menurut Aditya, jika dirujuk dari kenyataan ini, nampaknya belum ada keseriusan dari dinas terkait dalam memetakan potensi PAD Kab Sidoarjo.

Padahal menurut ketua DPD PKS Sidoarjo ini, banyak pos anggaran yang semestinya bisa dinikmati masyarakat ternyata harus dihilangkan karena mesti membiayai PILKADA 2010.

Sementara itu Kepala DPPKA Sidoarjo Drs. Ec Didiek Setyono, MSI mengaskan, data penggunaan kapasitas listrik wajib pajak tidak boleh disampaikan kepada umum karena dilarang oleh UU tentang pajak.

“Ini aturan yang diamanatkan UU Tentang Pajak,” tegasnya

Namun Komisi B berpendapat bahwa data kapasitas penggunaan listrik bukan merupakan informasi yang tidak boleh diberikan.

“Seluruh anggota komisi B meminta DPPKA mengkaji alasan hukum apakah benar bahwa anggota DPRD tidak boleh mendapatkan data tersebut, dan pihak DPRD akan mempertanyakan hal ini kepada Pemerintah kabupaten,” Tegas Aditya
Teruskan baca - Memanas, Raker Komisi B- DPPKA Dihentikan

UU susduk

Pengesahan RUU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi UU tersebut memiliki makna penting bagi lansekap kelembagaan politik kita kedepan. Mengingat atas dasar UU baru ini, baik buruknya kinerja para wakil rakyat di lembaga-lembaga perwakilan itu salah satunya ditentukan.

UU ini setidaknya menjadi mercusuar politik yang akan memandu nahkoda dan anak buah bahtera lembaga perwakilan agar berhati-hati tidak menabrak karang hal-hal yang dilarang. Di samping, agar bahtera lembaga perwakilan tersebut senantiasa berlayar mematuhi rambu yang telah ditetapkan. Dengan demikian harapannya nahkoda dan awak bahtera lembaga perwakilan itu senantiasa komit mengarahkan kapalnya ke pelabuhan harapan. Tempat bahtera tersebut melabuhkan berjuta aspirasi dan impian rakyat, demi Indonesia yang dicita-citakan bersama! Ada beberapa hal baru yang akan saya ketengahkan sehubungan dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut. Pertama, Penghapusan Kata Susunan dan Kedudukan.

Penggunaan kata susunan tidak relevan karena isi dari undang-undang ini tidak hanya memuat “susunan” MPR, DPR, DPD dan DPRD tetapi juga memuat soal hak, kewajiban dan sebagainya. Sedangkan penggunaan kata “kedudukan” tidak lagi relevan oleh karena setelah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945; alasan pertama, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara maka penyebutan kedudukan tidak relevan lagi. Alasan kedua, kita tidak mengenal adanya lembaga negara yang kedudukannya didasarkan pada “tinggi atau rendah lembaga negara” melainkan dibedakan berdasarkan “fungsi dan wewenang masing-masing lembaga negara”. Selain alasan-alasan itu Tap MPR Nomor : 1/MPR/2003 yang mengatur tentang hubungan antara lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara sudah dicabut. Kedua, Komposisi Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-undang ini mengapresiasi berbagai aspirasi dan pandangan mengenai cara pemilihan Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang didasarkan pada urutan perolehan kursi terbanyak dalam pemilihan umum. Dengan cara tersebut, maka diharapkan akan menimbulkan kestabilan politik dan meminimalkan goncangan-goncangan politik yang tidak perlu di parlemen. Untuk pemilihan Ketua MPR yang berasal dari anggota DPR, UU ini memberi ruang seluas-seluasnya kepada anggota DPR untuk menentukan pilihannya berdasarkan usulan partai-partai yang berhasil menempatkan wakil-wakilnya di DPR. Adapun komposisi Pimpinan DPRD Provinsi menggunakan 3 kluster: Pertama, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 85 s/d 100 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan empat orang Wakil Ketua; Kedua, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 45 s.d 84 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua; dan Ketiga, untuk DPRD Propinsi yang beranggotakan 35 s/d 44 orang, pimpinan terdiri dari satu Ketua dan dua orang Wakil Ketua. Sementara itu, komposisi Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan 2 kluster: Pertama, untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 31 s/d 50 orang, pimpinan terdiri dari satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua; dan Kedua, untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 20 s/d 30 orang, pimpinan terdiri dari satu orang ketua dan dua wakil ketua.

Isu-isu baru lainnya, seperti Cara Pemilihan Ketua MPR, DPR dan DPRD; Pembentukan Fraksi; Pergantian Antar Waktu (PAW); Posisi Sekretariat MPR, DPR, DPD dan DPRD; Otonomi Anggaran Lembaga Perwakilan; Pelaksanaan Hak Anggota (interpelasi, angket dan menyatakan pendapat);

Sekarang saya lanjutkan hal-hal baru lainnya dari UU tersebut. Pertama, mengenai Pergantian Antar Waktu (PAW). Didalam UU ini mekanisme pergantian antar waktu telah diatur secara jelas agar tidak melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Terutama mengenai lembaga apa yang berhak memeriksa dan memutuskan siapa-siapa yang berhalangan atau melanggar tugas kedewanan.

Selain itu dalam aturan mengenai pergantian antar waktu ditegaskan bahwa seseorang bisa dikeluarkan dari partai politik tertentu setelah melalui proses hukum di pengadilan sampai mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, prinsip dan asas supremasi hukum terpenuhi karena prosedurnya dilalui dengan cara due process of law.
Kedua, Fungsi DPD. UU ini telah mengakomodasi dan mendukung peningkatan peran dan fungsi DPD. Atas dasar itu UU ini mengamanatkan bahwa peran dan fungsi DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tertentu sebagaimana diamanatkan konstitusi, yakni ikut membahas pada pembahasan tingkat pertama. Dengan demikian sebelum diambil persetujuan oleh DPR dan Pemerintah, ada peran DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tertentu.

Ketiga, Keberadaan DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, DPRD adalah Lembaga Legislatif Daerah sekaligus penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena itu dalam UU ini dipertegas mengenai kesetaraan dan kemitraan antara DPRD dengan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18.

Keempat, Terkait Fungsi Anggaran DPR. Untuk masalah ini disepakati bahwa Pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal pada tanggal 20 Mei tahun sebelumnya atau sehari sebelumnya apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur kepada DPR. Adapun Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN, disertai Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Penyampaian terkait fungsi anggaran ini juga menjadikan sebuah tonggak baru, karena masalah keuangan negara pembicaraannya dilakukan secara terpisah dari Pidato Kenegaraan Presiden pada setiap tanggal 16 Agustus yang benar-benar diarahkan untuk bermakna sebagai speech to the nation di depan rapat gabungan DPR dan DPD.
Kelima, Pembentukan 2 (dua) Badan Baru di DPR-RI. UU ini mengamanatkan dibentuknya dengan segera dua badan baru yaitu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan Badan Anggaran.

BAKN akan bertugas melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR. Badan ini merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Diharapkan pula badan baru ini dapat juga menindaklanjuti hasil pembahasan tentang temuan hasil pemeriksaan BPK. Selain itu, BAKN bisa memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

Sementara Badan Anggaran, merupakan badan baru sebagai pengganti atau nama lain dari Panitia Anggaran yang kita kenal saat ini pada Periode DPR 2004-2009.
Keenam, Syarat Pembentukan Fraksi di DPR-RI. Dalam UU ini syarat pembentukan fraksi didasarkan pada partai politik yang memenuhi parliamentary treshold (PT) 2,5 persen, dapat membentuk fraksi. Dengan demikian dipastikan pada Periode DPR 2009-2014 terdapat 9 (sembilan) fraksi atau 9 parpol yang lolos PT.
(Sumber : Majalah Parlementaria Edisi 24 Tahun 2009)
Teruskan baca - UU susduk