Selasa, 18 Desember 2012

SEJARAH DAN DEFINISI SOSIOLOGI POLITIK



PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini yang merupakan tatap perdata akan disampaikan kepada mahasiswa menyangkut dengan sejarah singkat yang berkaitan dengan ilmu politik, ilmu sosiologi dan Sosiologi Politik. Disamping itu akan diberikan pengertian atau definisi Ilmu Politik, Ilmu Sosiologi dan Ilmu Sosiologi Politik serta Posisi ilmu Sosiologi Politik diantara Ilmu Sosiologi dan ilmu Politik. Sedangkan ruang lingkup matakuliah ini adalah perluasan cakrawala analisis politik dengan saling memanfaatkan kerangka analisis sosiologi dan politik untuk memahami hubungan timbale balik antara variable politik dan variable social. Di lain pihak matakuliah ini juga mengkaji pengaruh masyarakat terhadap norma-norma rezim diantaranya : mengkaji kondisi-kondisi sociial yang memungkinkan terwujudnya suatu demokrasi politik yang stabil atau persyaratan-persyaratan social apa yang harus dipenuhi agar terwujud suatu tatanan politik atau kekuasaan yang demokratis.
PENYAJIAN
1.1. Sejarah Ilmu Sosiologi, Ilmu Politik dan Ilmu Sosiologi Politik
Peristiwa revolusi politik yang diwakili oleh Revolusi Perancis pada tahun 1789 dan berlanjut sampai abad ke-19 yang memunculkan perubahan pada tatanan sosial telah menghadapkan masyarakat Eropa pada kondisi yang serba chaos dan disorder. Sementara itu di sisi lain mereka juga berharap bahwa kedamaian dan tatanan sosial yang selama ini sudah mapan bias kembali lagi. Dalam kondisi seperti, inilah maka para pemikir berpendapat bahwa sudah saatnya mereka harus mencari fondasi yang baru bagi tatanan sosial baru yang ada. Para pemikir Eropa abad ke-18 mengidentifikasi sejumlah peristiwa yang dianggap sebagai ancaman atas apa yang selama ini dianggap oleh masyarakat sebagai kebenaran atau kenyataan tersebut.
Peter Berger mengidentifikasi disintegrasi masyarakat, khususnya disintegrasi dalam agama Kristen, sebagai peristiwa yang melatarbelakangi munculnya sosiologi. Sementara L. Layendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan
(a) pertumbuhan kapitalisme pada akhir abad ke-18.
(b) perubahan bidang sosial dan politik,
(c) perubahan yang ada hubungannya dengan reformasi yang dibawa oleh Martin Luther.
(d) meningkatnya paham individualisme,
(e) lahirnya ilmu pengetahuan modern,
(f) berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri,
(g) revolusi industri, dan
(h) revolusi Perancis.
Sedangkan Ritzer berpendapat bahwa kelahiran sosiologi erat berhubungan dengan
(a) revolusi politik,
(b) revolusi industri dan munculnya kapitalisme,
(c) munculnya sosialisme,
(d) urbanisasi,
(e) perubahan di bidang keagamaan, dan
(f) perubahan dalam bidang ilmu (Sunarto, 2000: 1).
Untuk dapat mengerti peristiwa lepasnya sosiologi dari filsafat,. Perkembangan sosiologi melewati empat periode yang meliputi periode
a) pra-sosiologi,
b) peralihan ilmu sosiologi abad 18,
c) kelahiran ilmu sosiologi abad 19, dan
d) periode perkembangan ilmu sosiologi (Ahmadi, 1983: 11).
Pada periode pra-sosiologi yaitu sebelum sosiologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri, sudah banyak pemikir-pemikir (dari ilmu filsafat) yang mengkaji tentang masyarakat, misalnya Aristoteles dengan bukunya yang berjudul ‘Republica’ dan Plato dengan bukunya yang berjudul ‘Politeia’. Mereka dalam mengkaji masyarakat biasanya dikaitkan dengan kajian tentang Negara. Oleh karena itu, kajian tentang masyarakat selanjutnya banyak dilakukan oleh pemikir-pemikir dari bidang politik.
Pemikir politik Thomas Hobbes (1588-1679) dengan slogannya yang berbunyi ‘homo homini lupus’ (manusia merupakan serigala terhadap manusia lainnya) berusaha menjelaskan bahwa individu-individu itu selalu berperang sehingga tidak terbentuk suasana tenang. Untuk mencapai ketenangan maka dibuatlah kesepakatan-kesepakatan di antara mereka. Pemikir lainnya John Locke (1632-1704) dengan idenya tentang masyarakat yang dicita-citakan berpendapat bahwa sudah kodratnya manusia dilahirkan mempunyai sejumlah hak. Akan tetapi kenyataannya hak-hak tersebut sering kali tidak dimilikinya karena ada hubungan yang timpang antara penguasa dan yang dikuasai. Untuk mengatasi ketimpangan ini maka dibuatlah kesepakatan di antara mereka.
Di lain pihak Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpendapat bahwa individu itu dilahirkan dalam keadaan bebas. Akan tetapi kenyataannya sering kali individu tersebut terbelenggu oleh penguasa. Untuk mendapatkan kebebasannya lagi maka dibuatlah kesepakatan di antara mereka. Dari ide-ide para pemikir politik tersebut di atas nampak bahwa ide tentang masyarakat sudah dimasukkan dalam kajian mereka. Pada periode peralihan ilmu sosiologi abad 18, terjadi proses timbul tenggelamnya ilmu sosiologi. Pada masa itu terjadi perubahan masyarakat yang sangat besar dan cepat, terutama perubahan pada bidang ekonomi dan teknologi. Pada masa itu juga berkembang berbagai isme, yaitu industrialisme dan kapitalisme, positivisme, dan darwinisme.
Isme-isme ini sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran sosiologi pada masa itu. Selanjutnya pada periode kelahiran ilmu sosiologi abad ke-19, sebagai bagian dari ilmu social, maka sosiologi bersama-sama dengan ilmu sosial lainnya menjadikan masyarakat sebagai obyek kajiannya, akan tetapi dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri. Pada masa itu sosiologi cenderung melihat masyarakat secara positif sehingga lahirlah paham positivisme dalam sosiologi yang dimotori oleh August Comte.
Telaah politik yang sesungguhnya mulai dilakukan ketika orang yakin bahwa mereka dapat membentuk pemerintah sendiri sesuai dengan asas-asas yang dapat difahami dan diterima akal. Dimulai oleh Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, para pemikir Yunani Kuno mengemukakan gagasan bahwa dengan menerapkan asas-asas penalaran terhadap masalah-masalah kemanusiaan, maka manusia dapat memerintah dirinya sendiri. Titik tolak ini merupakan suatu hal yang sangat penting, oleh karena alam semesta tidak lagi dianggap sebagai daerah kekuasaan dewa-dewa. Tetapi tidak dapat difahami dalam kerangka ilmu pengetahuan.
Di Yunani kuno, pemikiran tentang Negara dan pemerintahan di mulai sekitar 450 sebelum masehi, seperti tercermin dalam karya filsafat Plato dan Aristoteles, maupun karya sejarah Herodotus. Demikian juga pusat-pusat kebudayaan tua di Asia, seperti India dan China, juga mewariskan tulisan-tulisan tentang Negara dan pemerintahan. Tulisan-tulisan ini disajikan dalam bentuk kesusasteraan dan filsafat, misalnya Dharmasastra dan Arthasastra di India maupun karya Confucius dan Mencius di China.
Pemikiran mengenai Negara dan pemerintahan juga bukan merupakan hal yang baru dalam pemikiran ummat manusia. Dengan demikian politik merupakan suatu cara untuk mengendalikan aktivitas-aktivitas manusia. Dalam keadaan yang demikian manusia terpaksa membuat berbagai keputusan yang melibatkan semua elemen yang ada dalam masyarakat tersebut.
Ketika ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu hokum, pusat perhatian utama adalah Negara. Tradisi ini terutama berkembang di Jerman, Austria dan Perancis, sedangkan di Inggris perkembangan Ilmu politik banyak diengaruhi oleh filsafat moral. Perancis dan Inggris memang kemudian menjadi ujung tombak dalam perkembangan ilmu politik sebagai disiplin tersendiri, setelah dibentuknya Ecole Libere des Science Politiques (1870) dan London School of Economic and Political Science (1895).
Perkembangan Ilmu politik di Amerika Serikat dipengaruhi oleh spektrum yang lebih luas, Kajian ilmu politik di benua baru yang ditemukan oleh Columbus ini, berpijak pada ide rasionalitas dari Yunani. Ide yuridis dari Roma, ide kenegaraan dari Jerman, dan ide-ide persamaan, kebebasan dan kekuasaan yang berasal dari Inggris dan Perancis. Oleh karena itu Amerika Serikat tidak mengenal tradisi Monarkhi, di samping adanya pertalian antara monarkhi dan tirani di Eropah dibenak orang Amerika Serikat, tentu tidak mengherankan apabila orang Ameriika lebih menyukai pemikiran yang universal dan bertumpu pada azas-azas demokrasi.
Sementara itu, ketidakpuasan sarjana-sarjana Amerika terhadap pendekatan yuridis, menyebabkan mereka berpaling pada pengumpulan fakta-fakta empiric, Tradisi ini kemudian didukung pula oleh perkembangan ilmu ilmu social linnya, misalny psikologi dan sosiologi. Assosiasi ilmu politik (APSA) yang didirikan pada tahun 1904, pada dasarnya merupakan wadah untuk mengumpulkan fakta-fakta.
Pendekatan empirik ini berkembang di Amerika Serikat ketika orang menjadi sadar bahwa diperlukan azas-azas baru untuk menjelaskan tingkah laku manusia, sehingga Psikologi dengan perhatian utamanya terhadap proses belajar, pendidikan dan pembentukan pendapat umum memperoleh perhatian luas dari para sarjana. Bersamaan dengan berdirinya APSA dua orang Filsuf, masing-masing William James dan John Dewey, mulai tergugah untuk memberikan sumbangan ilmu psikologi kepada ilmu politik. Pendekatan ini kemudian dikenal sebagai pendekatan perilaku.
Sejarah ilmu sosiologi politik juga mengalami perkembangan yang sangat pesat dimana para sarjana politik mengakui pentinya sosiologi politik. Teori yang dekemukakan oleh pemikir terkenal, seperti Karl Max, Max Weber, Mosca dan Pareto serta Michels berpengaruh besar terhadap studi-studi politik. Studi sosiologis memberikan wawasan yang berharga bagi studi-studi politik. Maka tidak mengherankan bila kemudian muncul karya-karya yang digolongkan dalam bidang “Sosiologi Politik” Karya tersebut lahir karena dilakukan penelitian yang sungguh-sungguh dan cermat mengenai hubungan antara masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur politik dan struktur social, antara tingkah laku politik dab tingkah laku social.
Diantara tokoh-tokoh tersebut ada dua yang sangat menonjol dalam bidang sosiologi politik, yaitu Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864 – 1920) keduanya memberikan sumbangan yang sagat besar terhadap perkembangan Sosiologi Politik.
Sumbangan pemikiran Marx tentang sosiologi politik sangat bervariasi dan dapat digolongkan dalam tiga bidang, yaitu Teori Umum, Teori Khusus dan Metodologi. Teori Umum berbicara tentang determinisme ekonomi dan dialektika materialism. Sedangkan Teori Khusus membicarakan perjuangan kelas, serta sumbangan metodologinya tampak dari upayanya untuk mengembangkan sosialisme ilmiah. Marx tidak mengakui bahwa perbedaan antara kaum pekerja dan kaum kapitalis ditentukan oleh seleksi ilmiah, sebaliknya ia yakin bahwa perbedaan diantara mereka ditentukan oleh system ekonomi. Disamping itu Marx juga berpendapat bahwa Agama adalah candu bagi masyarakat. Agama adalah temppat pelarian orang-orang miskin.
Manakala menurut Weber, factor-faktor non ekonomis, dan ide-ide mertupakan factor sosiologis yang penting. Begitu pula status social dan posisi individual dalam struktur kekuasaan menentukan strata masyarakat. Menurut Weber ada tiga tipe legitimasi kekuasaan, yaitu legitimasi Tradisional, legitimasi Karismatik dan legitimasi legal rasional.
1.2. Pengertian atau Definisi Sosiologi, Politik dan Sosiologi Politik.
1.2.1 Definisi Sosiologi
Menurut pendapat Soerjono Soekanto dalam Ng Philipus (2008) Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social, proses social termasuk perubahan-perubahan social dan masalah social.Sedangkan mengikuti pendapat Pitirien Sorokin Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social, misalnya antara gejala ekonomi dan agama, antara keluarga dan moral, antara hokum dan ekonomi, gerakan masyarakat dan politik serta ejala lainnya. Manakala Emile Durkheim Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta-fakta social, yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut.
Merujuk kepada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi sosiologi adalah ilmu masyarakat yang mempelajari struktur social dan proses-proses social termasuk didalamnya perubahan-perubahan social, norma-norma social, lemabaga-lembaga social serta lapisan-lapisan social.
Dari definisi yang tersebut diatas, maka definisi sosiologi dapat ditakrifkan adalah Sosiologi adalah ilmu yang memahami dan mempelajari seluruh segi kehidupan masyarakat yang mencakup masalah struktur sosial, proses sosial, perubahan sosial, gejala sosial, interaksi sosial, problem sosial dan organisasi sosial.
1.2.2. Definisi Politik
Politik dalam bahasa Arab disebut dengan ”Siyasyah” sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan ”Politics” kedua istilah tersebut berarti cerdik dan bijaksana. Asal mula kata politik itu sendiri dari kata ”polis” yang berarti negara kota, dengan politik berarti adanya hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan dan kewenangan, dan akhirnya kekuasaan. Menurut Wilbur White (1947) Political Science is the study of the formation, forms and processes of the state and government.
Menurut Robert A.Dahl Political Science is,of couse, the study of politics, one might better say, it is the systematic study of politics, that is as attempt by systematic analysis to discover in the compusing tangle of spesific detail what ever principle may exist of wider and more general significance.
Definisi politik menurut Meriam Budiardjo bahwa politik adalah sebagai berbagai macam kegiatan yang terjadi dalam suatu negara, yang menyangkut dengan proses menentukan tujuan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Roger F. Soltou Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara dengan warganegara dan hubungan antara negara dengan negara lain. SementaraDavid Easton mengatakan bahwa ilmu pilitik adalah studi mengenai terbentuknya kebijaksanaan umum.
Ramlan Surbakti (1993 : 1-2) menyebutkan bahwa ada lima pandangan ketika berbicara tentang politik, yaitu:
· Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh oleh warganegara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama,
· Politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan,
· Politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan dalam masyarakat,
· Politik segala kegiatan yang berkaitan perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum, dan
· Politik adalah sebagai konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.
1.2.3. Sifat Kontradiktif dan ambivalen Ilmu Politik.
Apabila dianalisis secara mendalam dari berbagai referensi dan para pakar ilmu politik, maka ditemui bahwa ilmu politik mempunyai sifat dan ambivalennya diantaranya,
1) Politik bisa dipandang sebagai arena pertarungan untuk merebut, mengendalikan, dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Disamping itu politik merupakan biang konflik dan sebagai instrumen untuk menindas.
2) Sebaliknya politik juga bisa dipandang sebagai upaya menegakkan ketertiban dan keadilan melalui sarana kekuasaan sebagai pelindung kepentingan dan kesejahteraan umum melawan tekanan dabn tuntutan berbagai kelompok kepentingan, dan politik merupakan kekuasaan sebagai instrumen pengintegrasian.
Skrematisnya sebagai berikut :

1.2.4. Definisi Sosiologi Politik
Terdapat berbagai macam definisi dalam memberikan pengertian sosialis
si politik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses internalisasi nilai, pengenalan dan pemahaman, pemeliharaan dan penciptaan, serta proses eksternalisasi nilai-nilai dan pedoman politik dari individu/kelompok ke individu/kelompok yang lain. Sosialisasi politik ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dengan demikian sosiologi politik akan meneropong kekuasaan dalam konteks social, hal tersebut dipengaruhi oleh, individu, masyarakat dan Negara disatu pihak sedangkan dilain pihak dipengaruhi oleh lingkungan global, dengan demikian dalam skematis dapat dilihat sebagai berikut:

Berdasarkan kepada skematis tersebu diatas, maka berbagai Sarjana Sosiologi politik mendefinisikannya seperti dibawah ini :
Menurut Duverger (1996) bahwa Sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando didalam semua masyarakat manusia yang bukan saja didalam masyarakat nasional, tetapi masyarakat lokal dan Masyarakat internasional Sementara Sherman dan Kolker (1987) ia berpendapat bahwa sosiologi politik adalah studi yang mempelajari mengenai partisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai suatu kehidupan yang luas dan yang sempit.
Sedangkan Faulks (1999) mendefinisikan sosiologi politik adalah ilmu yang mempelajari hubungan kekuasaan yang saling tergantung antara negara dan masyarakat sivil. Dimana diantara negara dengan masyarakat sivil terdapat batas-batas kekuasaan yang saling berhubungan dalam proses perubahan sosial.
Di dalam Wikipedia, The free Enclopedia disebutkan bahwa Sosiologi Politik merupakan studi tentang basis sosial dan politik, dengan demikian bidang utamanya kajian sosiologi politik kontemporer meliputi 4 bidang yaitu :
1) The social formation of the modern state,
2) ”who rules” that is, how social inequality between groups (classes, races, genders, etc) affect politics,
3) How social movements and trends out side of the formal institution of political power affect politics, and
4) Power is small goups (e.g families, workplaces).
1.2.5.. Beberapa model teoritis dalam sosiologi politik
Untuk memandu mahasiswa dalam mengalisis bidang kajiannya, terdapat beberapa model analisis yang terdapat dalam matakuliah sisologo politik diantaranya :
  1. Power elite model.
 Model power-elite merupakan satu analisis sosiologis dari ilmu politikyang didasarkan atas teori konflik sosial yang memandang kekuasaan terkonsentrasi di sekitar orang-2 kaya.
 Istilah "power elite", ditemukan pada 1956 oleh pakar teori social-conflictC.Wright Mills, untuk menggambarkan kelompok the upper class, yang menurut Mills, menguasai atau mengendalikan kekayaan, kekuasaan dan prestise dari golongan mayoritas masyarakat.
 Golongan ini secara teoritis memegang kendali terhadap 3 sektor utama di dalam masyarakat AS: the economy, government, dan the military.
 Termasuk juga di antaranya adalah para pejabat tinggi dalam pemerintahan pusat maupun daerah, orang2 super kaya (super rich), dan pejabat tinggi militer AS.
 Teori power-elite berpendapat bahwa Amerika bukan negara demokrasi karena kekuasaan dan kekayaan terkonsetrasi di antara golongan elit kekuasaan yang membungkam mayoritas warganegara yang ditinggalkan tanpa hak suara.
 Lebih dari itu, model ini menunjukkan bahwa golongan elit kekuasaan kurang mendapat oposisi yang terorganisasi terhadap dominasi mereka dan oleh karena itu mereka memiliki kontrol yang utuh ke atas masyarakat.
  1. Fluralist Model
  • Dalam sistem politik yg demokratis, pluralism merupakan satu panduan prinsipil yang mengakui kehidupan bersama yang damai dalam perbedaan kepentingan, keyakinan dan gaya hidup.
  • Tidak seperti totalitarianism or particularism, pluralism mengakui diversity of interests dan menganggapnya sah bagi anggota masyarakat untuk bekerja atas dasar kesadaran mereka, mengemukakannya dalam proses konflik dan dialog.
  • Dalam filsafat politik, orang yang menganut pluralism sering dianggap sebagai kaum liberalist, sedangkan orang yang membahasnya dengan sikap yang lebih kritis terhadap the diversity of modern societies sering disebutcommunitarians.
  • Dalam politik, pengakuan akan keragaman kepentingan dan keyakinan di kalangan rakyat merupakan salah satu ciri terpenting demokrasi modern.
  1. Marxist political-economi model
  • Karl Marx telah membangun model ekonomi politik berdasarkan kritiknya terhadap keadaan pada zamannya di Inggris awal abad 20, di mana mereka membahas tentang hubungan-2 sosial dan hubungan-2 ekonomi yang saling terjalin. Marx mengusulkan suatu korelasi yang sistematik antara nilai-2 - buruh (labour-values) dan nilai uang (money prices).
  • Beliau mengklaim bahwa sumber keuntungan di bawah sistem kapitalisme adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh para pekerja yang tidak dibayarkan ke dalam komponen gaji mereka. Mekanisme ini bekerja melalui pemisahan antara “tenaga buruh” yang dipertukarkan secara bebas dengan gaji mereka, dan “buruh” sendiri sebagai aset para kapitalis yang dengan itu mengontrol keuntungan.
  • Berdasarkan itulah, Marx, mengembangkan konsep "surplus value", yang membedakan karyanya dengan para ekonom klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo.
  • Para pekerja menghasilkan cukup nilai (pendapatan) selama satu periode masa kerja yang pendek utk mendapatkan gaji pada hari itu (necessary labour); namun, mereka melanjutkan dengan lembur beberapa jam untuk menghasilkan tambahan pendapatan (surplus labour). Nilai pendapatan tersebut tidak mereka terima kembali, melainkan diambil oleh para kapitalis.
  • Jadi, bukan para penguasa kelas kapitalis yang menciptakan kekayaan (wealth), melainkan para pekerja, sedangkan para kapitalis menggunakan keuntungan ini untuk diri mereka sendiri.
  1. Analisis Kelas
Kaum Marxists percaya bahwa aslinya masyarakat kapitalis dibagi dalam dua kelas sosial yang kokoh:
(a) the working class or proletariat (kelas proletar): Marx mendefinisikannya sebagai "those individuals who sell their labor and do not own the means of production" yang diyakininya bertanggungjawab dalam menghasilkan kekayaan bagi suatu masyarakat (bangunan, jembatan dan berbagai perabot, sebagai contoh, yang secara fisik dikerjakan oleh anggota kelas ini). Ernest Mandel, dalam An introduction to Capital, memperbarui definisi ini sebagai orang yang bekerja demi menyambung hidupnya (baik "white collar" or "blue collar") dan mereka tidak punya tabungan yang berarti, di mana tabungan yang banyak merupakan ciri tipikal investasi dalam bentuk abstrak dari alat produksi pada basis pemegang saham.
(b) the bourgeoisie (kelas borjuis): yaitu orang yang “own the means of production" dan mengeksploitasi kaum proletariat. Kaum borjuis bisa dibagi lagi kedalam the very wealthy bourgeoisie dan the petty bourgeoisie (mempekerjakan buruh, tapi juga bekerja sendiri). Mereka terdiri dari para pemilik usaha kecil, petani pemilik tanah, atau pedagang. Marx memprediksi bahwa the petty bourgeoisie akan dihancurkan oleh penemuan kembali alat-alat produksi dan hasilnya akan menjadi pendorong gerakan dari mayoritas luas borjuis kecil-kecilan ini kepada proletariat.
Apabila kita pelajari secara mendalam mengenai definisi-definisi tersebut diatas menunjukkan adanya keberagaman perpektif konsep yang dibahas atau dipelajari sosiologi politik , seperti kekuasaan di negara, elit, gerakan sosial, ideologi, skema konsepsual politik dan sivil society.
Studi Sosiologi Politik merupakan wilayah pertemuan antara ilmu sosiologi dan ilmu politik.

PENUTUP
Studi Sosiologi politik merupakan matakuliah yang memberikan bekal dan pedoman kepada mahasiswa untuk mampu melakukan analisis terhadap interaksi politik dalam lingkungan masyarakat di sebuah negara. Fokus perhatian matakuliah ini adalah interaksi politik dengan interaksi sosial, perilaku politik dan perilaku sosial, disamping itu maka kuliah ini merupakan ilmu yang menjembatani antara wilayah kajian ilmu sosiologi dan ilmu politik dimana secara garis besar dengan titik persentuhan dalam hal teori, konsep dan mertodologi maupun pendekatan yang digunakan dalam rangka menganalisis interaksi politik. Ilmu ini juga membahas mata-rantai antara politik dan masyarakat, antara struktur politik dan sosial yang mempunyai sifat independen, maka ruang lingkupnya sangat luas dan konprehensif
Setelah mahasiswa mempunyai bekal maka rumusan-rumusan dan pembahasan atau hasil analisis yang disampaikan mereka sangat membantu masyarakat dalam memahami persoalan-persoalan politik. Apalagi di Republik Indonesia khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam dengan perubahan paradigma politik dan tatanan politik baru, seperti Partai Politik Lokal semakin mudah dengan menggunakan instrumen yang ada di dalam matakuliah Sosiologi Politik.
Sumber :http://rasyidin-abubakar.blogspot.com/2009/03/sejarah-dan-definisi-sosiologi-politik.html